Kisah Meldi di Kedai Kopi yang Nyaris Terbawa Arus Banjir Bandang Singgalang

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

Laporan Syifa Salsabil

KENANGAN pada duka masih melekat di wajah sejumlah warga di Jorong Pagu-Pagu, Nagari Pandaisikek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.

Pasalnya, nagari itu salah satu lokasi titik bencana banjir bandang yang terjadi pada Sabtu, 11 Mei 2024, lalu. Banjir disertai galodo sedikitnya menghancurkan 7 rumah dan memakan 8 korban jiwa.

Hujan telah turun sejak pukul 17.00 WIB hingga malam, di hari itu. Hujan mulai mereda setelahnya, tetapi air mengalir deras membawa bebatuan dan kayu dari longsoran Gunung Singgalang. Lebih kurang satu setengah jam banjir bandang menyapu Jorong Pagu-Pagu.

Banjir mengakibatkan satu keluarga di Nagari Pandaisikek itu meninggal dunia. Keluarga yang terdiri 6 anggota keluarga, salah satunya masih hidup dan 5 lainnya berpulang. Mereka terdiri dari ayah, ibu, dan 4 orang anak.

Keluarga yang terbawa arus telah diberi peringatan oleh warga lainnya. Namun nahas, keluarga itu tidak dapat diselamatkan karena derasnya air yang mengalir dan menyeret pepohonan besar yang membuat rumah yang didiami keluarga itu hancur.

Warga mengingatkan agar keluarga yang menghuni rumah di titik banjir itu segera mengungsi. Tapi mereka bertahan. Nahas, banjir menghanyutkan mereka,” kenang Us dan Masni, dua perempuan yang menjadi saksi peristiwa nahas itu.

Keluarga yang menjadi korban galodo itu jenazahnya telah ditemukan. Dua orang hanyut hingga ke sungai Kayutanam, satu lagi di Snggalang, dan satu lagi di Batang Anai Silaiang Bawah.

“Ada seorang anaknya yang selamat, bernama Jefri. Saat kejadian, kebetulan ia sedang tidak di rumah,” tutur Ernita, warga lainnya.

Meldi, warga yang selamat dari peristiwa itu mengatakan, saat kejadian dirinya sedang berada di sebuah kedai kopi. Saat air sudah mulai tinggi, ia keluar kedai untuk menyelamatkan sepeda motornya.

“Saya hampir terseret arus. Kalau tak lekas menghindar, beberapa detik saja saya telah menjadi korban,” ujarnya.

Hari itu hujan memang sangat deras. Meldi berteduh di kedai sambil minum kopi. Dia juga cemas kalau-kalau terjadi banjir.

Dugaannya tidak meleset, karena bukan saja banjir tetapi juga galodo yang datang dari Singgalang.

“Tak hanya rumah warga yang rusak diakibatkan banjir, air yang mengalir seperti tsunami itu juga membuat persawahan warga hancur,” ungkap Meldi.

Banjir yang mengalir sangat deras dari Singgalang membuat warga panik. Kejadian itu tak hanya menghanyutkan rumah warga, tetapi meninggalkan puing-puing bebatuan besar dan pepohonan.

Peristiwa yang terjadi itu merupakan peringatan yang membuat warga harus selalu waspada. Warga yang terkena bencana diharapkan tetap berhati-hati dan mempersiapkan diri untuk hal yang tak terduga. (*)

Editor: Muhammad Subhan

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca