Kemaluan yang Bersinar

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

Kemaluan itu bersinar, tampak begitu indah, bersih, begitu mempesona, begitu menggairahkan. Tanpa kata-kata kau langsung menubruk perempuan yang tidak jelas siapa itu. Ya, kau menubruknya sebab gejolak yang sudah tidak bisa dikendalikan.

OLEH RISEN DHAWUH ABDULLAH

KAU nekat pergi ke seorang empu yang disarankan oleh Bango Samparan setelah kau menceritakan mimpimu. Ya, mimpi. Malam itu kau bermimpi. Dalam mimpimu, kau digambarkan sedang berada di atas awan. Awalnya kau tidak melihat siapa-siapa di sekelilingmu. Kau berjalan berpuluh-puluh langkah, hingga kau melihat seseorang membelakangimu.

Dari bentuk tubuhnya bisa diketahui kalau orang itu adalah perempuan. Ia kemudian berbalik badan. Namun, kau tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena dari wajahnya memancarkan sinar—tapi sinar itu tidak membuat matamu silau. Terkadang bagian-bagian tertentu dari wajahnya tampak, tapi tidak cukup untuk mengetahui siapa perempuan itu.

Ia menyuruhmu untuk mendekat dan kau menurut saja tanpa respons kata-kata.

Wajahmu beradu dengan wajahnya, tapi kau masih tidak mengenali siapa perempuan itu. Hingga kau disuruh untuk jongkok olehnya. Kau pun kembali menurut. Tiba-tiba perempuan itu menyingkap kain yang menutupi kakinya. Singkapan itu mengakibatkan kemaluannya terlihat.

Kemaluan itu bersinar, tampak begitu indah, bersih, begitu mempesona, begitu menggairahkan. Tanpa kata-kata kau langsung menubruk perempuan yang tidak jelas siapa itu. Ya, kau menubruknya sebab gejolak yang sudah tidak bisa dikendalikan.

Belum sampai kau tuntaskan gejolak, perempuan itu menghilang dan kau terbangun. Kau menoleh sekeliling seperti mencari perempuan itu dan memang tidak ada. Itu hanyalah bunga tidur yang baru saja kau nikmati. Gejolak itu kau rasakan juga sampai dunia nyata.

Mimpi itu benar-benar mengganggu pikiranmu hingga sore menyapa.

“Aku ingin mengulangi mimpi itu, baru kali ini aku melihat kemaluan seorang perempuan yang begitu mempesona. Begitu menggairahkan. Laki-laki mana yang bisa menahan gejolak dalam dirinya setelah melihat kemaluan yang seperti itu? Sungguh kemaluan yang indah!” bisikmu.

Kau geleng-geleng kepala setelah membayangkan mimpimu menjadi kenyataan. Tentu jika itu menjadi kenyataan, merupakan anugerah yang luar biasa dari Dewata. Mimpi itu semakin betah dalam ingatanmu. Kau tidak dapat menghilangkannya. Malah semakin lekat.

Mimpi yang terus membuatmu kepikiran itu kemudian menimbulkan pikiran yang melenceng ke mana-mana. Meskipun ini terkesan ngawur, kini kau menganggap mimpi itu adalah petunjuk dari Dewata.

“Ini bukan mimpi biasa, sebab hingga berhari-hari lamanya, mimpi itu masih saja terus menggelayut di tempurung kepalaku. Namun petunjuk apa?” katamu berbicara sendiri pada sebuah hari.

Karena semakin nikmat, tapi terganggu, kau memutuskan untuk menghadap pada bopo angkatmu di Karuman. Kau berharap memperoleh jalan keluar. Kau sudah tidak betah dengan bayangan yang terus menghantuimu. Kau ceritakan kronologinya hingga berakhir pada pertanyaan, kira-kira apa maksud dari mimpi saya?

“Itu bukan mimpi biasa, Ngger,” ucap Bopomu.

“Bukan mimpi biasa, Bopo?” Dadamu sontak bergemuruh, setelah menangkap ucapan itu.

“Sebelum kau bercerita, mimpi soal melihat kemaluan perempuan yang bersinar itu sudah sering bopo dengar.” Bopomu menatapmu dengan serius.

“Jadi ada juga orang bermimpi sama dengan yang saya impikan, Bopo?” Kau semakin penasaran.

“Ya. Tapi orang yang bermimpi demikian sangat langka. Biasanya hanya dialami oleh calon raja atau orang besar…” Bopomu berhenti berbicara karena terbatuk.

Kau menunggu dengan perasaan tidak sabar.

“Menurut cerita nenek moyang, orang yang bermimpi bertemu dengan seorang perempuan dan melihat kemaluannya bersinar, kemudian di dunia nyata juga bertemu, maka dialah jodohnya dan akan menurunkan orang-orang besar. Masih dari cerita yang beredar, mimpi ini biasanya hanya dialami oleh mereka yang masih bujang,” jelas Bopomu.

“Benarkah demikian?”

“Itu hanya menurut cerita. Kalau kenyataan, Bopo belum pernah melihatnya sendiri.”

Walau Bopomu sudah menegaskan kalau itu hanyalah menurut cerita yang beredar, nyatanya justru membuat ingatanmu semakin merawat mimpi itu. Kau tidak mempedulikan ucapan Bopomu, kalau mimpi itu hanya dialami oleh calon raja atau orang besar. Kau seperti tidak sadar kalau wajah perempuan yang ada di mimpimu itu tidak jelas, jadi bagaimana mungkin kau bisa menemukannya di dunia nyata?

Kala kau datang kepada Kebo Ijo, rekanmu sesama punggawa yang mengabdi untuk Tunggul Ametung, malah menertawakanmu keras-keras usai kau menceritakan mimpimu dan ucapan Bopomu.

“Itu hanya mimpi, sementara kau terus mengingat-ingat. Coba ingat, kau ini siapa? Kau hanya dari kasta Sudra. Mana mungkin menurunkan raja-raja, kalau menjadi raja saja tidak mungkin!” ujar Kebo Ijo sembari menghabiskan tawanya.

“Tidak ada yang tidak mungkin bagi Dewata. Jika Dewata sudah berkehendak, siapa yang bisa menghalangi? Mereka yang menjadi raja tidak akan menjadi raja tanpa restu dari Dewata. Jadi apa salah, jika kemudian aku mempunyai cita-cita seperti itu?”

Memang kenyataan tidak bisa dibohongi. Kau hanya orang yang berasal dari kasta Sudra, kasta yang paling rendah, bahkan dianggap paling hina. Kau mempunyai masa lalu yang kelam. Kau pernah menjadi berandalan, pencuri, serta berjudi. Dan sekarang kau bermimpi menjadi seorang raja. Tapi lagi-lagi, kau tidak goyah dengan masa lalumu. Kau tancapkan keyakinan dalam-dalam pada hatimu, kalau segalanya bisa terjadi.

Suatu ketika para punggawa penting Tumapel dipanggil oleh Tunggul Ametung, termasuk dirimu. Tunggul Ametung menggelar pertemuan. Dalam pertemuan itu, Tunggul Ametung menceritakan gejolak pemerintah Kertajaya, yang mana mulai tidak disukai oleh rakyat. Banyak orang yang tidak suka dengan kebijakan yang telah Kertajaya tetapkan.

Namun, kau tidak percaya dengan omongan yang Tunggul Ametung ucapkan. Ketidakpuasaan hanya ditunjukkan oleh rakyat Tumapel—itu pun tidak semuanya—di luar itu kau tidak pernah mendapatinya. Setelah kau mengikuti alur pertemuan itu, apa yang menjadi tebakanmu bermuara pada kebenaran. Tunggul Ametung menghendaki melakukan pemberontakan.

Mau tidak mau kau tunduk dengan apa yang menjadi keputusannya. Pagi ini saat kau melatih prajurit yang dipersiapkan untuk memberontak, kau melihat Ken Dedes berjalan di depan istana. Kemudian langkah kakinya mengarah kepadamu.

Ia memanggilmu, menyuruhmu untuk mendekat. Memang bukan kali ini saja Ken Dedes memanggilmu. Ia kerap meminta bantuanmu saat ia sedang mengalami kesulitan. Sebagaimana biasanya, kau tidak kuasa menatap dengan sepenuhnya wajah itu. Ken Dedes mengundangmu di ruang pertemuan esok hari. Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan dan pembicaraan itu tidak boleh siapa pun tahu.

Tentu hal itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagimu. Namun, kau tidak pernah menganggap dirimu istimewa. Permintaan Ken Dedes tentu kau penuhi. Keesokan harinya kau menghadap padanya. Tidak ada Tunggul Ametung ketika kau menghadap.

Di ruang pertemuan Ken Dedes mengatakan kalau ia tidak sreg dengan apa yang suaminya rencanakan. Akan melakukan pemberontak terhadap Kediri. Ia menyampaikan kesedihannya. Dalam lubuk hatinya paling dalam, ia sama sekali tidak ingin peperangan terjadi. Ken Dedes juga berucap kepadamu kalau kerugian yang ditanggung akan begitu besar. Belum lagi nyawa yang melayang. Hanya demi kekuasaan!

Kau pun tidak dapat memberikan kata-kata kepadanya. Ken Dedes tidak memperlihatkan kecewa. Justru ia nampak begitu lega. Wajahnya tidak penuh dengan beban seperti saat ia memanggilmu. Diam-diam kau memperhatikan sepasang matanya. Sudah lama kau amati mata itu. Dibanding sebelum-sebelumnya, kau merasa kalau mata itu tidak seindah saat ini.

“Apa aku tidak pernah melihatnya dalam jarak yang begitu dekat seperti ini?” tanyamu kepada dirimu sendiri.

Pertemuan itu ditutup ucapan terima kasih Ken Dedes sebab kau telah menyempatkan diri. Dengan langkah perlahan kau bersama Ken Dedes meninggalkan ruang pertemuan. Saat tiba di pintu, ada beberapa anak tangga yang harus dilalui. Kau mengingatkan Ken Dedes untuk berjalan penuh hati-hati. Peringatanmu malah seperti berubah menjadi kesialan. Ken Dedes terpeleset. Pakaian bagian bawahnya sobek hingga hampir ke bagian kemaluan. Tidak sengaja kau melihat kemaluan. Ken Dedes cepat-cepat menutupi begitu tahu tatapanmu.

Kau meminta maaf. Abdi-abdi yang kebetulan melintas tidak jauh dari lokasi kejadian segera menolong. Kau kembali meminta maaf. Ken Dedes tidak merespons akibat rasa sakit.

Kau salah tingkah dan bingung harus bagaimana. Salah tingkah dengan apa yang baru saja kau lihat. Kemaluan! Kemaluan istri pejabat Tumapel. Kemaluan yang begitu indah, mempesona, dan menggairahkan. Masalahnya bukan itu! Kemaluan yang kau lihat baru saja mirip dengan kemaluan yang ada dalam mimpimu. Ya, kemaluan yang bersinar.

Kau kembali mengingat ucapan Bopo angkatmu. Orang yang bermimpi melihat kemaluan perempuan yang bersinar, dan bertemu di dunia nyata, maka dialah jodohnya.

“Apa mungkin, sedangkan aku tidak tahu wajah perempuan yang ada di mimpiku?” tanyamu tiba-tiba.

Akhirnya kau singkirkan jauh-jauh pertanyaan yang mengganggumu. Kau tidak peduli ucapan bopomu. Kau sudah dikuasai nafsu. Setelah kau pikir-pikir, Ken Dedes sangat mempesona. Sudah begitu lama kau memperhatikannya. Dan pertemuan di ruang pertemuan itu, semakin membuatmu terpesona dengannya. Kau meyakini kalau apa yang kau lihat di depan pintu ruang pertemuan itu ada hubungannya dengan mimpimu.

Itulah yang kemudian mendorongmu untuk datang ke seorang empu yang disarankan oleh Bango Samparan, setelah Bopomu itu mengatakan kalau Ken Dedes akan menjadi pendampingmu usai kau menceritakan kepadanya kejadian di depan ruang pertemuan.

Empu itu namanya Empu Gandring. Kau memesan keris. Empu Gandring menjanjikan kalau keris yang kau pesan membutuhkan setahun untuk menyelesaikan. Baru memperoleh waktu lima bulan, kau sudah datang kepadanya dan berniat untuk menggunakannya. Empu Gandring tidak mengizinkan.

Kau merebutnya dan membunuh Empu Gandring. Nafsu telah membutakan nuranimu. Hanya gara-gara wanita kau menjadi seorang pembunuh. Belum selesai sampai di situ. Keris itu meminta korban selanjutnya, selaras dengan apa yang menjadi tujuanmu. Membunuh Tunggul Ametung!

Jejak Imaji, 2022-2023

Risen Dhawuh Abdullah
lahir di Sleman, 29 September 1998. Alumnus Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tahun 2021. Bukunya yang sudah terbit berupa kumpulan cerpen berjudul Aku Memakan Pohon Mangga (Gambang Buku budaya, 2018). Alumnus Bengkel Bahasa dan Sastra Bantul 2015, kelas cerpen. Anggota Komunitas Jejak Imaji. Bermukim di Pleret, Bantul, Yogyakarta. Bila ingin berkomunikasi bisa lewat @risen_ridho.

(Sumber: Majalah digital elipsis edisi 030/Tahun III/ November—Desember 2023)

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca