Oleh Neneng J.K.
MENULIS merupakan pekerjaan menyenangkan untuk mengekspresikan ide, pemikiran, serta perasaan dalam bentuk bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kepenulisan tentunya yang mudah dimengerti oleh khalayak umum.
Di era teknologi digital seperti saat ini, untuk memahami tata cara kepenulisan sudah sangat mudah, hanya dengan melakukan pencarian di Google atau platform lainnya, maka informasi yang diinginkan akan mudah didapatkan. Selain itu, cara yang dapat dilakukan adalah dengan belajar, baik secara daring maupun offline di sekolah atau komunitas menulis online.
Seperti salah satu komunitas menulis yang diinisiasi Muhammad Subhan, seorang penulis dan pegiat literasi di Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, yaitu Kelas Menulis Daring (KMD). KMD terbentuk mulai tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 diumumkan masuk ke Indonesia.
Tepat pada Maret 2020, program Kelas Menulis Daring (KMD) resmi diluncurkan yang diikuti sekitar 260 peserta aktif dalam grup WhatsApp di zaman itu. Namun, peserta yang mendaftar lebih dari 1.000 orang. Pesertanya terbuka untuk umum, seperti pelajar, mahasiswa, guru, dosen, yang ingin memperdalam ilmu kepenulisan dan mereka mau belajar.
“Konsep yang diusung berupa pendampingan, yang mau belajar kita dampingi, sekolahnya gratis,” ujar Muhammad Subhan yang juga penulis novel Rumah di Tengah Sawah (2022) terbitan Balai Pustaka.
Kelasnya dilaksanakan setiap hari Senin malam dengan mengundang pakar-pakar dari berbagai bidang melalui Zoom Meetings.
Adapun pakar-pakar yang diundang di antaranya editor, redaktur surat kabar, wartawan, sastrawan, seniman, sutradara teater, pembaca puisi, akademisi, dan lain sebagainya.
Sementara itu, Muhammad Subhan sendiri merupakan instruktur pendamping yang siap membimbing seluruh peserta di kelas.
“Para pakar yang diundang adalah mereka yang sudah malang-melintang di ranah kepenulisan, literasi, dan sastra,” jelas penulis undangan Ubud Writers dan Readers Festival (UWRF) 2017 di Ubud, Bali ini.
Seiring berjalannya waktu, memasuki tahun ke-2 KMD mulai bertransformasi menjadi Sekolah Menulis elipsis (SMe), karena perkembangan kepenulisan di era teknologi digital semakin meningkat.
“Saya melihat bahwa Kelas Menulis Daring perlu re-branding sehingga punya nama yang lebih menarik dari sekadar kelas. Kelas terlalu sempit, maka kita ubah menjadi sekolah namun masih dalam format online,” tutur mentor yang sering diundang sebagai pembicara di berbagai kegiatan seminar, talkshow, webinar, pelatihan kepenulisan, sastra, jurnalitik, dan literasi ini.
Kenapa Kelas Online?
Menurut Pendiri dan Pimpinan Umum Majalah Digital elipsis tersebut, kenapa ia mendirikan sekolah online, karena untuk membangun sekolah offline membutuhkan biaya besar, seperti lahan dan lain sebagainya.
“Lagi pula, saat ini orang lebih berminat belajar secara online daripada offline, dan jangkauannya lebih luas. Maka, saya mengambil peluang untuk memanfaatkan ranah digital, sesuai perkembangan zaman juga,” ungkapnya.
Sistem pembelajarannya seperti apa?
Proses belajar-mengajar di SMe tidak terlalu ketat. Setiap hari peserta belajar melalui grup WhatsApp untuk berbagi karya dan berdiskusi. Di setiap Senin malam peserta diarahkan ke Zoom Meetings untuk belajar serius dengan berbagi kiat menulis baik fiksi maupun nonfiksi serta membaca karya-karya para maestro di bidangnya, juga membedah karya yang sudah ditulis peserta.
Dalam kelas tersebut para peserta akan berdiskusi, memberikan saran, untuk karya-karya peserta yang dibagikan di kelas. Mulai 2023, untuk semester I Mata Pelajaran Puisi, dan 2024 masuk Semester II dengan Mata Pelajaran Cerpen. Di tahun ke-4 SMe, peserta lebih banyak mendapatkan pendampingan secara personal.
Apa saja target yang ingin dicapai SMe?
Target utamanya adalah melahirkan buku yang merupakan karya dari peserta SMe, baik buku bersama maupun buku tunggal (solo). Saat ini, buku untuk semester I tentang puisi sudah memasuki tahap layout dan akan segera terbit.
“Saya berharap SMe akan berlanjut sampai tahun-tahun berikutnya dengan mengangkat berbagai tema kepenulisan, seperti novel, esai, skenario, dan lainnya.
Sepanjang berdirinya, KMD atau SMe sudah melahirkan banyak penulis muda, dan mereka memenangkan sejumlah kompetisi menulis, menerbitkan buku, juga karya-karya mereka terbit di berbagai media nasional.
Sebagai seorang penulis dan berpelaman di ranah jurnalistik, sebelum kelas menulis online ada, Muhammad Subhan banyak membuka kelas kepenulisan secara offline di beberapa tempat. Lalu, ketika pandemi melanda Indonesia, semuanya serba online. Ia berpikir harus lekas menyikapi kondisi itu agar tidak ketinggalan zaman dan manfaatnya dapat terus tersebar.
“Ya, kenapa saya tidak membawa kelas-kelas saya yang sebelumnya di ranah offline ke ranah online, sehingga tidak mati dan bisa terus berbagi manfaat,” ujarnya.
Selain itu, dengan dibukanya KMD atau SMe, ia bertekad ingin melahirkan penulis-penulis muda yang memang pesertanya adalah pemula, khususnya dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun umum. Ia berupaya melakukan pengkaderan dan dari kelas itu terbentuk belasan peserta yang ia dapuk sebagai tim kreatif yang ikut membantunya di SMe.
Majalah Digital elipsis
Majalah Digital elipsis terbit di tahun ke-II setelah peluncuran KMD atau SMe. Ide awal lahirnya majalah ini sebenarnya sebagai gelanggang atau media pertempuran uji coba karya peserta KMD/SMe.
“Saya ingin melihat sejauh mana kualitas karya peserta selama belajar, sebagian mereka mengirimkan karyanya ke majalah elipsis dan sebagian lagi mengirimkan ke media-media lain. Saya berharap peserta menjadikan majalah elipsis sebagai batu loncatan saja namun gelanggang sesungguhnya di luar elipsis,” ceritanya.
Majalah digital elipsis rutin terbit setiap bulan. Saat ini masuk edisi ke-032 di tahun ke-3. “Kami berharap majalah digital elipsis dapat mem-branding nama-nama penulis dari SMe dan juga karya-karya mereka di luar SMe,” harapnya.
Membangun sebuah majalah membutuhkan teamwork yang hebat. Begitupun dengan majalah digital elipsis yang didukung sejumlah tim hebat. Berikut nama-nama tim redaksi majalah digital elipsis yang telah bekerja keras secara profesional, yaitu:
- Muhammad Subhan (pimpinan umum)
- Ayu K. Ardi (pemred)
- Tiara Nursyita Sariza (sekretaris redaksi)
- Asna Rofiqoh (bendahara)
- Dian Sarmita (editor bahasa)
- Anita Aisyah (editor bahasa)
- Fatatik Maulidiyah (editor)
- Neneng J.K. (editor)
- Husnul Khatimah (editor)
- Tek Nun (editor)
- Maghdalena (editor)
- Sholikin (editor)
- Muhammad Ilam (layouter)
Sementara di jajaran penasihat duduk sejumlah nama yang tak asing di ranah kepenulisan nasional sesuai kepakaran mereka, yaitu Sulaiman Juned (sastrawan dan sutradara teater, Padang Panjang); Riri Satria (pakar teknologi digital, Jakarta); Dasman Djamaluddin (wartawan senior, Jakarta); dan Bachtiar Adnan Kusuma (tokoh literasi nasional, Makassar).
“Di dewan redaksi, saya berharap ada penguatan dari teman-teman yang saya anggap mereka mahir dan mampu di ranah kepenulisan. Mereka saya ajak menjadi tim kreatif KMD atau SMe juga sebagai tim redaksi di majalah digital elipsis. Merekalah yang selama ini bekerja secara profesional mengelola majalah elipis,” ujar penulis buku puisi Tungku Api Tungku Ibu itu.
Lanjutnya, karya-karya yang masuk ke majalah elipsis bukan saja karya peserta SMe, tetapi 80 persen karya penulis luar dari Sabang sampai Merauke, bahkan negeri jiran, yang sudah punya nama besar. Selain Itu, hal yang membahagiakan adalah baru-baru ini media nasional KORAN TEMPO menyorot majalah digital elipsis sebagai salah satu majalah sastra yang sedang tumbuh bersama beberapa media sastra berbasis digital lainnya.
“Merupakan suatu kebanggaan dan syukur karena majalah digital elipsis mendapat sambutan hangat secara nasional,” kata Muhammad Subhan.
Prestasi Peserta SMe
Setelah memasuki tahun ke-4, SMe sudah mulai memperlihatkan eksistensinya sebagai sekolah menulis. Para peserta SMe sudah banyak menulis di media massa nasional maupun media lokal. Kemudian ada yang menerbitkan buku, ada yang menang lomba, ada yang menjadi pembicara kepenulisan, meraih award, dan masih banyak lainnya.
“Jadi, sepanjang 4 tahun ini capaian-capaian peserta SMe sudah cukup baik dan tentu itu sangat membahagiakan, membanggakan, dan kami apresiasi, sehingga peserta terus berkomitmen, istikamah, untuk bertahan di ranah kepenulisan. SMe tidak mesti menjadikan mereka semua penulis, tapi setidaknya profesi-profesi yang mereka geluti apa saja bisa dikuatkan dengan skill menulis yang didapatkan di SMe,” tandasnya.
Ia berharap semua peserta SMe mendapatkan tempat yang sama ketika mereka berkarya, intinya tidak ada karpet merah untuk para penulis tetapi karya-karya itulah yang akan menjadi karpet merah untuk dirinya.
“Semoga SMe dan majalah digital elipsis tetap eksis dan terus mendampingi penulis-penulis Indonesia terutama generasi mudanya yang baru mengenal tulis-menulis dan yang ingin menjadi penulis, mudah-mudahan bisa memberikan manfaat luas dengan berbagai kolaborasi yang dilakukan dengan berbagai pihak. Dan tentu saja ketika kebermanfaatan ini menyebar luas, buahnya adalah kebahagiaan,” ungkapnya.
Muhammad Subhan mengaku bahagia bisa mendirikan SMe dan mendampingi banyak orang di ranah kepenulisan. Ia juga bahagia dapat melahirkan majalah digital elipsis.
“Semoga majalah ini menjadi majalah sastra yang berusia panjang dan memberikan dampak luas bagi banyak orang,” tambahnya. (*)
Sumber: Majalah digital elipsis edisi 032, Tahun III, Januari-Februari 2024
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.