Sajak-Sajak Nunung Noor El Niel

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

NUNUNG NOOR EL NIEL yang terlahir dengan nama Noor El Niel adalah perempuan penyair Indonesia yang saat ini tinggal di Denpasar, Bali. Nunung lahir di Jakarta, 26 September dan menghabiskan masa kecilnya di kota Surakarta, Jawa Tengah, kemudian pindah kemudian ke Bogor hingga tamat SMA. Nunung adalah pendiri komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini aktif sebagai pengurus komunitas, serta juga aktif di komunitas Jatijagat Kampung Puisi (JKP) di Denpasar, Bali. Karya puisinya diterbitkan dalam enam buku kumpulan puisi tunggal, yaitu Solitude (2012), Perempuan Gerhana (2013), Kisas (2014), Perempaun dan Tujuh Musim (2016), serta Betinanya Perempuan (2019), Sumur Umur (2021). Di samping itu, puisinya juga dimuat dalam berbagai buku kumpulan puisi bersama penyair lainnya, antara lain Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Puisi Menolak Korupsi (2016), Puisi Penyair Kopi Dunia (2016), Menginyah Geram: Puputan Melawan Korupsi (2017), The First Drop of Rain: Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017 (2017), Buku Sketsa Wajah Ibu: Antologi ASEAN Woman Writers Assosiation 2017 (2017), Epitaf Kota Hujan: Antologi Puisi Temu Penyair ASEAN di Padangpanjang (2018), When the Days Were Raining: Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019 (2019), serta Perempuan Bahari (2020), Sebab Cinta Kami Bicara (2023), Mencari Presiden Anti Korupsi (2023), dan tergabung di dalam 109 buku Antologi Puisi Bersama. Puisi Nunung juga dimuat di berbagai media, antara lain Media Indonesia, Indopost, Jawa Post, Pikiran Rakyat, Analisa Medan, Bali Post, Denpasar Post, serta Solo Post. Ia mengikuti berbagai pertemuan sastra di Indonesia. Profilnya tercatat di Buku Apa dan Siapa Sastrawan Indonesia yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2018.

BENANG

benang basah itu
jangan kau tegakkan
sebagai sebuah alasan
karena pengingkaran

jangan biarkan melayang
seperti layang-layang, putus
lalu kusut di tangan
dan menyisakan
penyesalan

ulurkanlah benang panjang itu
agar dapat kurajut, hingga
menjadi kenangan
sebagai pelapis
ingatan

kelak bertemu dan bersanding
dalam persulangan

Denpasar. 14 05 23

PENCUCI MULUT

kau selalu saja tak mendengar
suara dari mulutku
yang telah kukupas
pada buah-buah
percakapan
kita

dan buah itu terjatuh
dari meja makan
tanpa dapat lagi
kau kunyah

bibirmu terbakar, melepuhkan
sumpah serapah

hingga membusuk
di setiap rongga
mulutmu

aku hanya mengunyah
sisa-sisa matahari

Dps 03 09 23

CELAH MALAM

begitu pekatnya malam
menggetarkan sepi
jauh, hingga ke
lubuk hati

aku mendengar lamat-lamat, di antara
keluhan dan igauan yang selalu
terkumur dari lubuk hati
terdalam

aku tak tahu apakah itu hanya
sebuah kisah yang membuat
bosan dan jenuh
lalu menjauh

aku tak perduli, aku hanya ingin
mencatat semua jejak langkah
dengan puisi-puisi
sekalipun kau tak
memahami

sebab kutahu di antara
celah waktu yang
begitu sempit
begitu pekat
kau pun
dapat
menyelinap

Dps, 20 12 23

NISAN AKSARA

di ceruk malam yang kelam
angin mengembus
kemunafikan

mengkafani semua imajinasi
puisi pun menjadi ilusi

kita hanya menari-nari
di atas kuburan
kata-kata
mencari imaji yang hilang

Jkt 12 10 23

PUDAR

dulu aku menyukaimu
tapi sekarang
tidak lagi

tidak semua yang kau anggap kecil
mereka tidak tahu apa-apa
mungkin lebih tahu
dari begitu banyak
yang tak kau tahu
dan pahami

semuanya sudah selesai
pun akhirnya akan
berlalu

tanpa cinta, tidak ada
yang baik-baik
saja

sebab kemolekan luar tak menjamin
jika buah itu matang pohon
atau sekadar
diperam

Dps 17 2 24

HAMBAR

bagaimana aku dapat
menyediakan
mimpi siang
untukmu

jika kau sendirilah yang telah
menghanguskannya
dengan sengatan
matahari

sehingga tak kutemukan lagi
bumbu-bumbu makna
yang dapat kukecap
dari dapurku

seluruh kerinduanku
kini telah mati

Dps 19 2 24

Foto utama: Nunung Noor El Niel
Sumber: Dok. UWRF 2016

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca