Sajak-sajak Emi Suy

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

EMI SUY lahir di Magetan, Jawa Timur, dengan nama Emi Suyanti. Emi penyair perempuan Indonesia yang ikut mendirikan Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini aktif menjadi pengurus, serta menjabat sebagai sekretaris redaksi merangkap redaktur Sastramedia, sebuah jurnal sastra daring. Sampai saat ini Emi sudah menerbitkan lima buku kumpulan puisi tunggal, yaitu Tirakat Padam Api (2011), serta trilogi Sunyi yang terdiri dari Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020) serta Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami (2022), buku kumpulan esai sastra Interval (2023), serta satu buku kumpulan puisi duet bersama Riri Satria berjudul Algoritma Kesunyian (2023). Penulis Naskah Opera (Libretto) I’m Not For Sale tentang perjuangan tokoh perempuan Ny. Auw Tjoei Lan menantang kematian menyelamatkan kehidupan, oleh pianis dan komponis Ananda Sukarlan. Puisi Emi Suy dimuat di lebih dari 200 buku kumpulan puisi bersama, serta di berbagai media online, seperti Basabasi.co, Sastramedia.com, juga dimuat di media nasional, antara lain Malutpost, Lampung Post, Banjarmasin Post, Suara Merdeka, Media Indonesia, serta Kompas. Puisinya pernah dimuat di majalah internasional dalam bahasa Inggris; majalah Porch Litmag.

TANGGUH

pagi ini aku memunguti
sisa-sisa rindu yang menguar
dari layar ponsel
suara ibu mendinginkan
segala yang panas

pagi ini aku memunguti
anak-anak panah
yang berserakan di tanah
mungkin melesat
namun meleset
sasaran tak tepat

orang-orang bilang
anak panahmu sia-sia belaka
tapi nisa berkata,

“bagimu semua itu adalah diksi
untuk kaurangkai menjadi puisi”

ya…
sesungguhnya dialah
membuatku lebih kuat
dari tahun-tahun terdahulu

ia banyak memberiku
potongan-potongan puzzle
terbuat dari kebencian
terima kasih!

MENAMBAL LUBANG DI DADANYA

Nis, ada yang terbelah
dan berdiri
di muka pintu waktu

kesedihan berderit-derit
memanggil-manggil
hanya kepada mereka
yang peka matahatinya

mampu membaca tanda
dari simbol-simbol peta
yang terbuat dari bambu-bambu
yang diruncingkan dengan lidahnya
diluncurkan dari bibirnya yang busur

sementara semua orang sibuk menanam
hanya dirinya yang sibuk menyerut
demi menambal lubang-lubang
di dadanya.

LIMBUNG

Nis, ia meruncingkan ruas-ruas ingatan
di kepalanya
menjadikannya anak-anak panah
yang siap meluncur dari bibirnya yang busur

auranya langit gelap
yang kehilangan cahaya
setelah panah melesat

ia mengeluarkan bara dalam sekam
yang lama ia simpan di tubuhnya

bertahun tahun ia bertahan —
bertuhan kata-kata
senja tak membuatnya menemui kunci
yang lama hilang dari nurani

barangkali hatinya
terbuat dari peta luka yang usang
sulit mencari jalan pulang
yang tak kunjung bertemu dengan keriangan

ia berkali-kali pulang pada kekecewaan
yang mengalir di nadi
dan wajah kesuraman yang begitu seram

PERAKIT

Nis, seseorang bertanya
pada dingin kabut
dan sisa-sisa hujan di puncak malam
“siapakah yang mengirim
bom waktu yang diledakkan
di kota itu?”

hanya naif yang enggan beranjak
datang bertubi-tubi
menjadi jaksa dan pengacara
siap membela mati-matian
si perakit bom waktu yang diledakkan di kota itu
siapakah gerangan pelakunya?

dialah senja yang tak lelah-lelah
meruncingkan mulutnya
dialah kesepian yang menyamarkan
uban-urban
dan belum tumbuh gigi
yang memaksa melepas daster
berganti legging

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca