Melatih Ingatan dan Emosi Seorang Aktor

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

Oleh Sulaiman Juned

TEATER sebagai seni pertunjukan apabila berangkat dari teks naskah lakon, maka seorang aktor harus melatih kekuatan ingatannya. Seorang aktor sudah barang tentu harus melatih kemampuan ingatannya lewat latihan meditasi. Meditasi sangat penting agar mampu menyimpan visual ingatan dalam otak untuk mendeteksi dan memindai penaksiran otomatis.

Melatih ingatan yang sudah pernah ada seperti menangis, tertawa, marah, benci, rindu, dendam, berteriak, diam, dan lainnya. Latihan seperti ini merupakan kebutuhan teks yang kita mainkan di atas panggung.

Apabila dalam ruang latihan dasar telah acap menjadi kinerja otak, maka secara tidak langsung ekspresi itu muncul dengan sendirinya ketika dibutuhkan. Maka, seorang aktor itu latihannya harus terus-menerus. Tak henti. Hal itu, tentu secara tidak langsung visual ingatan bekerja dan melahirkan akting yang natural di atas pentas.

Sementara emosi marah yang muncul di atas panggung dengan wajah beringas butuh latihan tak henti. Bukan serta merta muncul tanpa latihan. Latihan fisik dan psikologis tentang emosi marah yang harus dibangun oleh seorang aktor. Seorang aktor harus mampu merespons marah dengan mendatangkan kemarahan.

Begitu juga dengan emosi sedih, rindu, dendam, terkejut, takut, dan sakit hati. Emosi tersebut bagi seorang aktor harus dibangun yang paling utama adalah kondisi psikologi yang terkait dengan gangguan emosional.

Jadi, laku sebagai tindakan seorang aktor di atas pentas perlu dibangun.

Menciptakan tindakan tidaklah mudah, makanya perlu latihan untuk itu dan secara tidak langsung tersimpan di visual ingatan.

Ketika tindakan itu dibutuhkan secara tidak langsung akan muncul dengan sendirinya. Atas dasar itulah, seorang aktor untuk secara terus-menerus melakukan latihan tak henti, membangun emosi secara fisik maupun psikologi.

Aktor yang berhasil merupakan aktor yang setiap saat melatih visual ingatan dan emosinya. Hal ini tidak boleh diabaikan untuk mampu membangun peran tokoh yang dimainkan, termasuk melatih emosi yang menjijikkan dan menyenangkan, sehingga terekspresikan melalui tubuh dan kata untuk menyampaikan informasi kepada penonton melalui ekspresi pada wajah dari berbagai jalinan hubungan, seperti ekspresi senyum. Apakah senyum yang muncul sebagai senyum senang, sopan santun, atau seyuman yang berisi emosi, menghina, maupun mengejek.

Jadi, marilah terus berlatih membangun emosi-emosi yang ada pada diri untuk menjadi aktor yang berkualitas.

Bravo! Teruslah latihan tak henti sampai ke urat nadi. (*)

Dr. Sulaiman Juned, M.Sn.
Sastrawan, kolumnis, esais, sutradara teater, ketua pendirian ISBI Aceh, pendiri Sanggar Cempala Karya Banda Aceh, pendiri UKM-Teater NOL USK, pendiri/penasihat Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, dosen Jurusan Seni Teater dan Pascasarjana (S-2) ISI Padang Panjang, Ketua Umum Majelis Adat Aceh (MAA) Perwakilan Sumatra Barat.

Sumber: Majalah digital elipsis edisi 034, Tahun III, Maret-April 2024

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca