Mey Tidak Ingin Banjir Lagi!

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

MEY dan Rah adalah dua sahabat. Mereka baru keluar dari sarang seperti semut-semut merah pekerja lainnya. Semangat bangun pagi dan bergegas mencari sumber makanan.

Namun, kebakaran hutan ulah manusia masih menyisakan abu dan arang. Pohon-pohon banyak yang terbakar. Sumber makanan masih sulit didapatkan. Ya, hanya seadanya, belum cukup untuk menyimpan makanan bekal bila musim hujan tiba.

”Lihat, Mey! Langit sudah gelap, sepertinya hujan akan turun!” sahut Rah.

”Iya, bagaimana ini, persediaan makanan di sarang kita masih sedikit?” Mey panik.

Hujan pun turun deras, petir menyambar di langit. Pasukan semut was-was. Hujan tiada henti. Air sungai meluap, hutan kebanjiran. Tiada lagi pohon-pohon yang menahan dan mengurangi daya pukul air hujan. Akhirnya yang ditakutkan pun terjadi, erosi tanah.

Sarang semut ikut tergerus.

Pasukan semut menyatukan kekuatan. Mereka berkumpul hingga seratus ribu semut, lalu membentuk koloni. Mereka pun mengambang di atas permukaan air untuk menyelamatkan diri mencari tempat kering. Ya, nanti mereka akan membangun kembali sarang tempat tinggalnya.

”Mey …! Pegang tanganku ..!” Rah berteriak, berusaha menyelamatkan Mey. Itu sia-sia, arus banjir semakin kuat. Mey terpisah dari koloni semut. Rah kecewa tidak bisa menyelamatkan sahabatnya itu.

*

Mey sendirian tanpa sahabatnya. Mey melihat ada sepotong kayu kecil di permukaan air. Ia pun berusaha sekuat tenaga agar bisa naik ke atas kayu kecil itu. Hingga sampailah ia di sebuah tempat. Ia berjumpa dengan banyak manusia. Mereka sedang membicarakan kondisi hutan yang semakin rusak parah. Mey naik ke tapak sepatu seseorang.

Terus naik ke atas hingga sampai di atas topi orang itu. Sepertinya ia adalah relawan kebencanaan yang sudah bekerja berhari-hari untuk menyelamatkan hutan.

Relawan tersebut naik ke atas mobil, sepanjang jalan bunyinya “Uing … uing … uing”. Mey turun ke bawah, ia mencium aroma makanan. Ternyata aroma serpihan roti di tong sampah kecil mobil. Ia senang sekali bisa menemukan serpihan roti itu saat perutnya sudah sangat lapar. Tiba-tiba ia teringat sahabatnya, Rah. ”Apa kabar, Rah?

Adakah ia baik-baik saja di sana?” ungkap hatinya.

Mobil terus melaju. Hingga berhenti di sebuah markas. Barangkali markas relawan kebencanaan. Semua orang turun, termasuk Mey yang masih bersembunyi di atas topi relawan itu. Mey turun perlahan, mengamati sekelilingnya. Ia melihat ada banyak kawanan semut merah. Mey menyapa mereka.

”Hai, Teman! Aku pendatang baru di sini. Kenalkan namaku, Mey!”

”Hai, Mey. Bergabunglah bersama kami! Aku, Pi!” sahut seekor semut.

Mey sangat senang, sekarang ia tidak sendiri lagi. Ia punya sahabat di dunia persemutan.

“Kami biasanya semut-semut hutan membuat sarang di tanah, di bawah batu dan tinggal di atas pohon. Tapi aku heran kenapa kalian membuat sarang di rumah manusia?” tanya Mey penasaran.

“Kami juga baru membuat sarang di rumah ini, Mey! Biasanya kami tinggal di luar sana di bawah tanah, seperti peran kita pasukan semut menyuburkan tanah. Hanya saja sebentar lagi akan tiba musim hujan. Kota akan banjir, bahkan rumah yang kita tempati di sini pun belum tentu akan melindungi kita dari banjir,” balas Pi.

“Kenapa, rumah ini tidak bisa melindungi kita, Pi?” tanya Mey kembali.

“Karena banjir di kota juga parah, Mey! Banyak selokan tersumbat karena manusia membuang sampah sembarangan, belum lagi banjir sampah kiriman dari daerah lain!” timpal Pi.

Mey sangat kecewa, ternyata nasib tinggal di hutan atau pun di kota akan sama halnya.

Beberapa hari esoknya ia pun bersembunyi di atas topi sang relawan yang hendak memantau kondisi hutan.

Ia tetap ingin melanjutkan petualangan untuk bisa kembali ke hutan. Mey sangat rindu sahabatnya, Rah. Ia juga ingin bekerja menyuburkan tanah hutan lagi, agar tanaman kembali tumbuh subur, hingga hutan menghijau seperti dulu.

Penulis: Kak Dedew
Editor: Dona Susanti

Kak Dedew (Dewi Kumala Sutra, S.Pd.I). Lahir di Padang, 18 Februari 1988. Domisili di Padang Pariaman. Bekerja sebagai pendongeng yang senang menulis dan penulis yang senang mendongeng. Cerpen, puisi, cernak, esai, atikel, opini, surat pembaca, dll. pernah terbit di media lokal dan nasional. Memenangkan lomba kepenulisan dan beberapa karya dibukukan penerbit mayor dan indie. Kak Dedew aktif di komunitas pendongeng Sahabat Odi. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Sahabat Odi Sumatra Barat (2019—2020) dan Penasihat Sahabat Odi Sumatra Barat (2021).

Sumber: Majalah digital elipsis edisi 001, Juni—Juli 2021

Untuk keterbacaan teks dan tampilan yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca