Oleh Atthoriq Chairul Hakim
HARIMAU Sumatera merupakan salah satu satwa langka Indonesia yang dilindungi. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar satwa ini tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat masa sekarang.
Peran pemerintah sangat penting untuk menjaga keberlangsungan hidup, tak lupa juga membangun kerja sama dengan berbagai lapisan masyarakat.
Sadar tak sadar bahwa harimau Sumatera sebagai hewan yang dilindungi, entah kepunahannya karena faktor alam, atau campur tangan manusia yang berdampak terjadinya konflik terhadap lingkungan sekitarnya.
Berhubungan dengan Word Tiger Day (Hari Harimau Sedunia), tahun ke tahun khususnya harimau Sumatera semakin banyak yang punah. Hari Harimau Sedunia sebagai bentuk peringatan dan kepedulian karena pupulasi harimau liar yang semakin berkurang.
Mengutip Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dalam Detiknews, bahwa Hari Harimau Sedunia dicetuskan dalam International Tiger Summit pada tahun 2010, yang mana Indonesia terlibat dalam konfrensi tersebut.
Adanya Hari Harimau Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 29 Juli dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran bahwa satwa ini sudah mendekati ambang kepunahan dan bagaimana upaya bersama untuk menjaga keberadaan mereka. Seperti harimau Jawa yang telah mengalami kepunahan, diharapkan hal ini tidak terjadi pada harimau Sumatera. Kepunahan ini difaktori karena deforestasi, pemanfaatan harimau secara berlebihan, dan investasi lahan secara berlebihan.
Jangka waktu tiga tahun belakangan ini terdapat 88 kejadian yang membahayakan keberadaan harimau Sumatera di Sumatera barat. Mengutip data dari Dinas Kehutanan Sumatera Barat, dinyatakan bahwa pada tahun 2022 terjadi konflik dan penyelamatan sebanyak 33 kali, mayoritasnya di Kabupaten Agam (10 kali), Solok (8 kali), dan Pasaman (6 kali). Tahun 2023 ada 34 kejadian, mayoritas di Pasaman (18 kali), Agam, Solok Selatan, dan Solok masing-masing (4 kali). Tahun 2024 terdapat 21 kejadian, yaitu di Kabupaten Pasaman (6 kali), Agam (5 kali), Pesisir Selatan dan Solok masing-masing (3 kali).
Berdasarkan data di atas konflik-konflik yang terjadi setiap tahunnya memang menurun, namun potensi untuk mengalami kenaikan sangatlah besar. Hal ini dilatarbelakangi selama tindakan deforestasi, dan kesadaran untuk menjaga habitat serta keberlangsungan hidup harimau sumatera tetap ada.
Kasus terakhir yang terjadi yaitu matinya seekor harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) diakibatkan terperangkap jerat babi hutan di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ini adalah contoh dampak atas kurangnya pengawasan terhadap konservasi lahan, walaupun tujuan perangkap berbeda, tanpa disengaja mengenai satwa langka seperti harimau Sumatera.
Kepala BKSDA Sumbar, Lugi Hartanto, menyatakan bahwa “Jerat menjadi kendala di luar kawasan hutan konservasi, maka perlu kesadaran masyarakat. Kita juga menghimbau agar tidak memasang jerat, karena akan membahayakan satwa liar yang lain, itu biasanya yang kami himbaukan”.
Oleh karena itu meskipun konflik di Sumatera Barat termasuk banyak tahun 2024 sampai Juli yang berjumlah 21 kasus, kebanyakan di Pasaman dan Agam. ”Cuma kondisi habitat kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menghentikan konversi lahan. BKSDA sendiri berusaha menjaga lahan, agar tidak terdampak kerusakan habitat,” ujar Erlinda C Kartika, selaku ketua panitia Global Tiger Day BKSDA dan Peneliti Harimau Sumatera. (*)
Atthoriq Chairul Hakim
Mahasiswa Antropologi Budaya ISI Padang Panjang, merupakan demisioner dari Lembaga Pers Mahasiswa Pituluik. Selain itu juga sebagai content writer di antropologiku juga sociology perspective.
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.