Laporan Siti Rafifah Utami
PADANG PANJANG, majalahelipsis.com—Hujan turun dengan deras selama beberapa hari. Tidak ada yang menyangka bahwa itu adalah tanda yang telah Tuhan berikan. Suasana yang awalnya damai dan menyenangkan sekejab berubah menjadi peristiwa mencekam.
Setelah terjadinya erupsi Gunung Marapi sejak 3 Desember 2023 yang menewaskan belasan pendaki, kini banjir lahar dingin melanda daerah di Sumatera Barat. Lahar dingin merupakan ancaman yang berbahaya. Erupsi Marapi yang telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir, membuat material vulkanik di puncak dan lereng gunung menumpuk.
Hujan yang terjadi menyebabkan campuran abu dan bebatuan raksasa di hulu menjadi padat lalu turun ke pemukiman warga. Ini sangat berbahaya bagi masyarakat khususnya yang tinggal di kaki Gunung Marapi.
Setiap terjadi bencana masyarakat di sekitar Gunung Marapi mengalami dampak. Seperti dialami Farhan, salah seorang remaja berusia 11 tahun yang menyaksikan dan mengalami sendiri betapa mengerikannya musibah itu. Hari itu, Farhan, yang tinggal di Batusangkar, Tanah Datar, sedang menyibukkan diri di depan rumahnya.
Farhan melihat air telah memasuki halaman rumahnya, namun siapa sangka tiba-tiba volume genangan air di selokan menjadi semakin besar, kemudian air memasuki beranda rumah, yang akibatnya tak pernah bisa dibayangkan oleh seorang pun saat itu.
Ketika volume air semakin besar dan beranda rumah Farhan mulai ditutupi lumpur, tiba-tiba adik Farhan berteriak bahwa air sungai didekat rumahnya meluap serta hampir menutupi jalan. Ibu dari Farhan, Tiara Mustika, mengaku panik saat mendengar ucupan anaknya itu.
“Saat itu saya sedang memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih tinggi. Tiba-tiba saya mendengar bawa anak saya yang paling kecil berteriak air sungai telah menutupi jalan dan saat saya lihat ternyata sawah sudah mulai terendam banjir,” ujar Tiara Mustika sambil mengingat hal yang menakutkan itu. Tidak ada firasat apa pun, ia hanya berpikir bahwa banjir akan segera surut.
Siapa sangka, malang sungguh malang. Setelah hal itu diucapkan adik Farhan, hal tak terduga banjir terjadi. Air semakin deras memasuk rumah dan genangan air semakin deras. Tiara pun memutuskan untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Namun, saat Farhan mencoba ke luar dari banjir sambil memegangi ibunya, tak lama ia pun ikut terserat banjir lahar dingin yang semakin deras. Entah bagaimana hal itu terjadi. Tapi ia tak sengaja terlepas dari tangan ibunya. Saat diterjang air yang tergambarkan oleh Farhan seperti berada di dalam blender karena derasnya air membuatnya tidak dapat menapakkan kaki ke dasar permukaan tanah.
Teriakan histeris dari warga menggema melihat kejadian itu. Saat terseret aliran lahar dingin, ia sempat terhimpit batang kayu yang secara tak sadar menyelamatkan dirinya. Tuhan memberikan keajaiban setelah beberapa saat terseret derasnya air dan bebas dari impitan kayu, Farhan pun akhirnya tersangkut di tepi sungai dan masih dalam keadaan sadar. Para warga yang melihat langsung sigap membantu menyelamatkan Farhan. Diiringi doa Tiara sang ibu sambil menangis akhirnya Farhan selamat dan segera dibawa ke tempat pengungsian.
Kesedihan tak dapat terbendung lagi dari para warga hari itu. Suara teriakan, rintihan, dan doa terseru di setiap sisi. Bangunan-bangunan yang tegak berdiri seketika goyah dan mulai hilang satu demi satu. Semua yang ada lenyap tak tersisa, mengalir hingga ke ujung samudera.
Rintihan sangat jelas terdengar, suasana kelam mencekam menjadi semakin terasa. Puing-puing bangunan dan kendaraan-kendaraan mewah yang dibanggakan selama ini sudah tak tampak lagi kondisinya. Pohon-pohon tumbang, air menghancurkan apa pun yang dilewatinya tanpa memilih-milih.
Mendengar berita itu, saudara dari Tiara langsung merasa sangat khawatir dengan keadaan mereka. Salah seorang sepupu Tiara yang merupakan alumni ISI Padang Panjang, Amrizal (37 tahun), mengaku sangat cemas dan berharap semua akan segera baik-baik saja. Ia bersama beberapa mahasiswa ISI di Batusangkar mulai mempersiapkan aksi untuk membantu para korban.
“Di sini banyak alumni dan mahasiswa yang memang kuliah di ISI Padang Panjang. Saya sendiri alumni ISI Padang Panjang jurusan Antropologi. Kami di sini ingin membantu para korban, saudara-saudara kami yang terdampak dengan memberikan kegiatan seperti trauma healing dan membantu membuka akses jalan, juga membersihkan beberapa tempat seperti masjid agar dapat digunakan untuk mandi dan ibadah,” ujar Amrizal saat diminta tanggapannya tentang kegiatan yang akan dilakukan.
ISI menjadi kebanggaan di saat sedih sulit yang dihadapi, para mahasiswa ini hadir untuk menghibur dan menolong para warga. Pada hari pertama dengan 20 mahasiswa yang turun mengambil donasi ke jalan tiap-tiap sudut kota dihampiri, 15 lainnya menjadi relawan pada kegiatan trauma healing untuk menghibur masyarakat sekitar.
Para mahasiswa program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang berasal dari berbagai kampus di Indonesia juga ikut aktif dalam kegiatan itu.
Ketua BEM ISI Padang Panjang, Riyan Mahesa Arrahman, mengarahkan mahasiswa untuk dapat terus membantu korban bencana. Ia juga turun langsung melakukan kegiatan gotong royong di tempat yang terkena bencana. Jalan yang dilalui para relawan kebersihan sangat memprihatinkan.
Pada Kamis, 16 Mei 2024, sebanyak 17 mahasiswa ISI Padang Panjang yang berasal dari berbagai jurusan ditambah beberapa mahasiswa PMM hadir menyaksikan dasyatnya bencana yang telah terjadi. Kampus ISI Padang Panjang memfasilitasi kendaraan berupa mobil dan bus untuk para mahasiswa agar dapat mengemban tugas mulia itu.
Secercah harapan pun muncul pada wajah masyarakat saat melihat mahasiswa turun dan ikut membantu warga yang sedang kebingungan melihat kondisi tempat tinggal mereka. Kegiatan yang telah dilakukan itu sangat berdampak besar bagi masyarakat.
Salah seorang warga yang terdampak, Rini (69 tahun), mengatakan, dirinya sangat senang melihat anak-anak muda datang ke daerahnya membantu bersih-bersih. Ia sangat sedih saat bercerita tentang rumahnya yang rusak dan tidak memiliki dana untuk dapat merenovasi kembali rumahnya. Dia hanya tinggal berdua dengan cucunya, karena anak dan suaminya telah lama meninggal dunia. Kesehariannya berjualan di rumah dan kini semuanya telah habis tak tersisa.
Musibah memang datang pada siapa saja tanpa ada tanda atau peringatan lebih dulu, tak kenal usia. Tua, muda, semua tak lepas dari musibah. Pemukiman yang asri dipenuhi persawahan yang indah kini sirna tak tersisa. Harapan dan doa yang bisa dipanjatkan. Berharap Tuhan memberikan jalan terbaik menghadapi seluruh cobaan. (*)
Foto utama: Mahasiswa ISI Padang Panjang saat membantu membersihkan rumah warga terdampak bencana. (Sumber foto: Dok. Kominfo BEM ISI Padang Panjang)
Editor: Muhammad Subhan
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.