Tembang Puitik: Ekstraksi Musik dari Puisi Ala Ananda Sukarlan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

Oleh Rissa Churria, S.Ag., M.Pd.
Pendidik dan Penulis

BEBERAPA bulan yang lalu saya kaget mendapati sebuah notifikasi di halaman Facebook saya, berasal dari pianis dan komponis berkaliber internasional, Ananda Sukarlan. Ada apa, ya?

Kejutan!

Rupanya, Mas Ananda—begitu saya memanggilnya—telah mengalihwahanakan puisi saya yang berjudul “September Tuarang” dari buku kumpulan puisi Risalah Nagari Natasangin menjadi musik klasik untuk piano.

Mas Ananda mengatakan bahwa ini baru musik di atas kertas alias belum dibunyikan. Namun, saya yakin pasti musiknya sudah bunyi di dalam pikiran Mas Ananda sendiri. Terbayang seperti di film-film ada not-not balok berputar-putar dalam kepala seorang penggubah musik lengkap dengan bunyinya.

Sama dengan seorang penyair menulis puisi yang pasti sudah bunyi di pikirannya, demikian pula ketika seorang musisi menulis notasi musik di kertas, maka pasti musiknya sudah berbunyi di pikirannya. Puisi saya yang digubah dalam bentuk musik piano oleh Mas Ananda bisa kita simak bersama:

SEPTEMBER TUARANG

Ini masih September sayang
Tetaplah menggenggam janji suci
Jangan pernah kau simpul tali ikatan
Satu kali saja tali pati agar tak pegat hingga nanti

Tuhan telah menulis pada ‘Arasy-Nya
Nama dan wajah kita
Di tiap sudut warna warninya
Mestinya usah risau karena cuaca

Ini masih September sayang
Aku kau masih saling bertatap
Tak perduli amuk badai melalap
Mari nikmati saja agar tak kalap
Gandeng aku pulang ke rumah cahaya, tepis gelap

Bekasi, 25.09.2021

Saya belum lama mengenal sosok Mas Ananda. Saya mengenal beliau dari dua sahabat saya, yaitu Bang Riri Satria dan Emi Suy. Setahu saya, Mas Ananda sudah banyak membuat musik untuk puisi karya Emi Suy dan sudah beberapa kali dipentaskan dalam konser. Bahkan, Emi Suy sekarang bekerja sama dengan Mas Ananda untuk menyiapkan sebuah opera yang akan dipentaskan tahun 2024 nanti.

Emi bertindak sebagai scriptwriter atau libretto, yang dibuat dalam bentuk puisi. Opera itu mengisahkan tentang perempuan keturunan Tionghoa, Lie Tjian Tjoen, yang menentang human trafficking atau perdagangan manusia. Salah satu kiprahnya adalah mendirikan Rumah Hati Suci untuk menampung dan mendidik para korban sejak tahun 1914 di Jakarta.

Sementara itu, puisi Bang Riri yang berjudul “Dialog Sesama Virus Korona tentang Koruptor” juga digubah Mas Ananda dan sudah ditampilkan pada malam penutupan Payakumbuh Poetry Festival (PPF) 2023, di Payakumbuh, Sumatra Barat, bulan Oktober 2023, dan ditampilkan lagi pada sesi “Pandemic Poems” dalam Christmas Charity Concert yang diselenggarakan sepekan lalu, 17 Desember 2023.

Saya baru beberapa kali bertemu Mas Ananda dalam beberapa acara bersama sahabat-sahabat Jagat Sastra Milenia (JSM) dan belum memiliki kesempatan untuk ngobrol panjang. Sedangkan menonton langsung konsernya, saya baru sekali, yaitu konser Christmas Charity Concert 2023 yang lalu.

Saya sangat menikmati penampilan Mas Ananda dan permainan pianonya yang luar biasa menurut saya. Saya seperti disuguhi sebuah sajian musik di antara para bangsawan Eropa zaman abad pertengahan, kemudian di sana banyak yang menari dan berdansa mengikuti alunan musiknya. Mengasyikkan dan seolah masuk pada terapi musik untuk kesehatan otak saya. Demikian pula penyanyi soprano Shelomita Amory yang masih berusia 14 tahun, tampil begitu prima dan sangat elegan membawakan lagu yang digubah dari puisi-puisi.

Dari peristiwa konser itu saya mulai mencoba mencari beberapa rekaman video pementasan Mas Ananda di internet, terutama Facebook, Instagram, dan Youtube, serta liputan tentang beliau terkait aktivitas mengalihwahanakan puisi ke dalam musik. Dari situlah saya baru tahu ternyata Mas Ananda adalah salah satu dari sedikit musisi Indonesia yang memiliki perhatian khusus kepada sastra terutama puisi, dan menjadikannya sebagai salah satu sumber inspirasi alihwahana menjadi musik.

Pianis Ananda Sukarlan mengiringi penyanyi soprano Shelomita Amory yang masih berusia 14 tahun pada Christmas Charity Concert 2023, pekan lalu.

Apakah itu Tembang Puitik?

Sebelum membahas tembang puitik, kita perlu memahami mengapa Mas Ananda memilih musik klasik? Menurut penjelasannya di beberapa media yang saya baca, ternyata Indonesia juga memiliki kekayaan musik klasik dengan segala elemen etniknya di seluruh wilayah Indonesia. Itu berupa sistem tangga nada, ritme, kurva melodik, dan sebagainya. Untuk hal ini, Mas Ananda membuat kumpulan musik klasik asli asal Indonesia yang diberi nama “Rapsodia Nusantara”. Tujuannya untuk memberi bahan kepada para pianis dunia, menemukan identitas musik klasik Indonesia dengan karya-karya yang bersifat keindonesiaan, tetapi dengan teknik permainan klasik atau tradisi virtuositas dari zaman Mozart dan Beethoven. Ini sangat keren menurut saya.

Tembang puitik adalah musik klasik yang digubah oleh Mas Ananda yang terinspirasi oleh berbagai puisi, tidak hanya karya para penyair Indonesia, melainkan juga karya penyair mancanegara, seperti Emily Dickinson, Federico Garcia Lorca, serta Miguel Cervantes. Mas Ananda mengatakan bahwa dia ibarat melakukan ekstraksi musik dari bait-bait puisi. Ibarat membuat sari jeruk dari buah jeruk itu sendiri, demikian penjelasan Mas Ananda. Dia menemukan bunyi-bunyi musik di sela-sela teks puisi yang dibaca. Ada nada-nada yang berbunyi di sela-sela teks puisi, tentu saja pada puisi yang bernilai musikal, bukan puisi yang asal-asalan. Seperti apa konkritnya, barangkali hanya Mas Ananda dan Tuhan yang tahu.

Saya sangat percaya bahwa seni yang hakiki itu bukanlah dunia engineering atau rekayasa yang dapat disusun secara konkrit dengan algoritma atau matematika. Bahkan, algoritma kecerdasan buatan sekalipun mereferensi kepada proses kreatif para seniman, termasuk musisi dan penyair. Pakar teknologi digital yang juga seperti sahabat saya–Bang Riri Satria–menjelaskan bahwa mesin dalam hal teknologi digital belajar kepada manusia melalui algoritma kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah machine learning.

Jadi, teknologi yang belajar kepada seniman, bukan sebaliknya, karena manusia memiliki kemampuan high order thinking skills atau HOTS yang tidak dapat digantikan oleh mesin. Itulah yang menyebabkan musisi seperti Mas Ananda tidak merasa terusik dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), karena proses kreatif itu termasuk ke dalam HOTS yang tidak bisa digantikan oleh teknologi. Namun, mesin dapat mempelajari dan meniru apa yang sudah dilakukan oleh manusia.

Namun demikian, Mas Ananda juga mengatakan bahwa tidak semua puisi yang dia baca memiliki nuansa musik, dan itu menurutnya bukanlah puisi yang musikal. Sering Mas Ananda tidak menemukan musik dalam berbagai teks puisi. Jika demikian, beliau tidak bisa melakukan ekstraksi. Lagi-lagi ini adalah sebuah proses kreatif yang sulit dijelaskan secara konkrit dan kemampuan ini melekat kepada talenta individu yang memilikinya, seperti sosok mas Ananda Sukarlan ini.

Apakah ini disebabkan karena Mas Ananda mengidap asperger’s syndrome?

Pengidap ini termasuk kategori autis, namun termasuk kategori high-functioning autism karena sehari-hari hidupnya berfungsi dengan baik. Ini berbeda dari pengidap autis yang dikenal umum yang sangat sulit berinteraksi sesama manusia. Dalam literatur disebutkan bahwa pengidap asperger’s syndrome memang punya bakat di atas rata-rata, biasanya di dunia ilmu pengetahuan atau kesenian. Contoh dari pengidap asperger’s syndrome ini adalah fisikawan legendaris Isaac Newton dan Albert Einstein, musisi legendaris Wolfgang Amadeus Mozart, serta pendiri Microsoft Bill Gates.

Untuk sementara saya menyimpulkan bahwa Mas Ananda dikaruniai bakat yang luar biasa dari Tuhan di balik asperger’s syndrome yang ada pada dirinya. Setiap manusia adalah unik dan di mana Allah memberikan “kekurangan” di situ maka Allah pula akan melengkapinya dengan kelebihan di tempat yang sama atau berbeda. Maka, turun ayat Allah yang pertama dan berbunyi Iqra’, artinya bacalah!

Membaca di sini maksudnya tidak hanya membaca ayat Al-Qur’an, akan tetapi dalam arti yang luas: membaca kehidupan, membaca diri, membaca setiap peristiwa demi peristiwa yang dimampirkan dalam kehidupan kita. Termasuk menggali potensi diri seperti yang telah dilakukan Mas Ananda. Begitupun sebagai orang tua kita juga harus bijak membaca tanda dan bakat anak-anak yang terkadang dilekatkan pada “kekurangannya”.

Jika memang demikian, saya merasa bahagia dan bersyukur, karena puisi saya “September Tuarang” memiliki nilai musikal dan akhirnya digubah menjadi musik klasik oleh Mas Ananda.

Partitur Puisi “September Tuarang” karya Rissa Churria yang dialihwahanakan pianis Ananda Sukarlan.
Partitur Puisi “September Tuarang” karya Rissa Churria yang dialihwahanakan pianis Ananda Sukarlan.

Rekam Jejak Ananda Sukarlan

Kalau menyimak rekam jejak beliau dalam musik, saya tidak heran dengan pencapaian beliau saat ini. Demikian pula dengan kemampuan beliau menciptakan tembang puitika yang terinspirasi dari puisi.

Mas Ananda memang memiliki latar belakang pendidikan musik. Beliau adalah lulusan Master (S-2) di bidang musik dari Royal Conservatory of The Hague di Den Haag, Belanda, dengan predikat summa cumlaude. Penghormatan diberikan oleh The Sydney Morning Herald Australia dengan predikat One of the world’s leading pianists at the forefront of championing new piano music. Mas Ananda menerima penghargaan Dharma Cipta Karsa RI (2014) serta Anugerah Kebudayaan RI (2015). Mas Ananda menjadi Presiden Dewan Juri Queen Sofia Prize di Spanyol (2020), sebuah ajang penghargaan tertinggi musik klasik di Eropa. Beliau menerima anugerah gelar kesatriaan Cavaliere Ordine della Stella dItalia dari Presiden Sergio Mattarella (2020).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menunjuk Mas Ananda sebagai Pendiri dan Direktur artistik G20 Orchestra pada KTT G20 di Indonesia tahun 2022 yang lalu. Penampilan perdana G20 Orchestra itu dilaksanakan di Candi Borobudur yang dihadiri para Menteri Kebudayaan negara-negara G20 saat KTT belangsung.

Di samping aktivitas bermusik, ternyata Mas Ananda juga banyak memperkuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan banyak negara melalui musik sebagai bahasa yang universal. Khusus untuk Negara Spanyol, Mas Ananda dianugerahi Royal Order of Isabella the Catholic (Real Orden de Isabel la Católica) oleh Raja Spanyol King Felipe VI, melalui Duta Besar Spanyol untuk Indonesia, H. E. Francisco Aguilera Aranda di Jakarta, bulan November 2023.

Puisi adalah satu seni tersendiri dengan segala kompleksitasnya. Demikian pula musik, suatu seni yang juga memiliki kompleksitas tersendiri. Namun memadukan musik dan puisi, menyusun notasi musik yang kompleks untuk musik piano klasik yang terinspirasi dari bait-bait puisi dan dinyayikan dengan apik, barangkali hanya dapat dilakukan oleh seorang Ananda Sukarlan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman musik bereputasi internasional seperti itu.

Saya sudah banyak menyaksikan orang mencoba untuk melakukan musikalisasi puisi. Namun, apa yang dilakukan Mas Ananda sungguh berbeda. Saya belum pernah melihat sebelumnya teks bait puisi disandingkan dengan notasi musik piano klasik yang disusun terinspirasi dari puisi tersebut. Itulah hebatnya Mas Ananda dengan konsep tembang puitikanya.

Akhirnya saya sepakat dengan Mas Ananda, bahwa puisi itu musikal, dan musik itu puitis. (*)

Editor: Muhammad Subhan

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca