SHANTINED adalah nama pena dari Harsanti. Lahir di Yogyakarta, 21 Oktober 1972. Pernah mengikuti Kongres Cerpen Indonesia tahun 2005 di Pekanbaru dan ikut serta dalam Pesta Penyair Indonesia 2007 The 1st Medan International Poetry Gathering. Puisinya banyak diterbitkan dalam berbagai buku antologi puisi sejak tahun 2005. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerpen. Ia berasal dari Yogyakarta, lama berkiprah sastra di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan saat ini tinggal di Depok, Jawa Barat.
KECAMBAH
Aku datang padamu membawa sepiring kue
Yang kubuat sendiri, dari bermacam mimpi yang berkecambah di pagi hari
Ada bakwan renyah, bingka kentang, dan lemper daging
Semua enak, bertekstur rindu, beraroma cinta, berbungkus suaramu yang renyah lagi merdu
Kuhantarkan mengendap, berjinjit tanpa menginjak karpetmu yang wangi
Masuk ke dalam kamarmu, aku terperanjat
Kudapati kamu sedang memasak, sama seperti apa yang kubawa. Sama persis. Teksturnya, aromanya, bungkusnya.
Kuintip kau sedang berjalan menujuku, berjinjit dan mengendap juga, tak mau injak karpetku yang juga wangi
Aku berjalan, kamu berjalan
Di manakah kita bertemu?
Sebelum makanan basi dan masuk lagi ke dalam mimpi yang berkecambah, kasihku.
Jakarta, 2021
DENYUT
Ingin kuulangi setiap denyut yang kaualirkan
Ke tubuhku
tanpa buru-buru
penuh deru
sebab ada yang lebih tinggi dari khayalan
itulah aku, kau
yang selalu terbang di segala penjuru
dengan sayap yang sama
Ingin kulepaskan segala yang menggumpal
dari lubang dan ceruk kata
agar lumer ia mengaliri cerita
nan merah muda,membara
Kita memulung tiap peristiwa
menjadikannya bekal perjalanan selanjutnya
dengan tangan yang bertautan
meski peluh, meski aduh
Dan di putaran takdir
remang doa
menjaga setia, menata bahagia.
Depok, 2023
PESTA
Gerimis pernah mengundangku berpesta
Di satu kebun penuh ulat bulu
Penuh amuk lebah,penuh semut rangrang
Jerami yang basah membusuk
Jejak kaki di kuyub malam
Merongrong gelap mengajak pulang kepada
Lorong panjang dingin mencekam
Senyumku tua dan tanak
Semerbak kenangan, tahun-tahun penuh gelombang
Kuingat sinar matamu
yang selembut selimut
mengapa kali ini terasa kayu, mengeras dan kaku
mengejang di ujung rindu
“Kau di mana?” tanyaku pada batu
Dan hujan menderas
Mengguyur kepala dan basahi seisi imaji
“Kau di mana?” tanyaku sekali lagi pada sungai yang menderu
Dan bah menghalau
Luluh lantak seisi kepingan memori
Pesta kali ini
Tanpa convetti, lagu dan topi
Hanya alun rendah bunyi hutan bernyanyi
Kepak kelelawar , cahaya kunang-kunang
Lalu tarian rumput
Menyudahi
Hutan kini hening
Pesta selesai di kepalaku
Tanpa gerimis lagi
Depok, 2024
NAPAK TILAS
Pada jalan-jalan yang pernah kulewati
Kau susurilah dengan sepenuh imaji
Pernah di sana aku bahagia, meski selebihnya cerita lara
Udara yang menderas menerpa wajahmu
Pernah juga kurasakan begitu
Suhu dari gugusan matahari di siang hari
membakar mimpi
Hari ini berjuang untuk hari esok lagi
Juga kurasakan pijak kaki
Di bandara Sepinggan, penuh bimbang
Akan ke mana aku, benarkah ada tujuan?
Tanah Jawa membayang, Jogja menjauh perlahan
Liat kemarau menahan segala rindu
Atau tiba-tiba hujan mengurung pandang
Semua kujalani setenang anak gelombang menuju pantai
Dan kini kausaksikan, jejak langkahku
Di kota itu
Di kelok jalan, hutan memanjang
Menjulurkan lidah-lidah kenangan
Sisa malam nyalang
Kobaran api, libasan pedang
Dan telah kulampaui dengan dada pejuang
Tengoklah sekejab, agar kau tahu
Bagaimana aku sekarang
Tentu tak mudah, tapi semua telah terlewati
Di sana sayap-sayapku terlatih untuk terbang tinggi
Menangkap angin, menjala matahari
Bertarung lalu bersepakat
Dengan hidup yang penuh warna
Gelora menyala. Meski pernah jua redup memburam
Borneo adalah ibu keduaku
Setelah hangat pusara ayah ibu
Memelukku sepenuh ada
Kini aku di sini, di tanahmu
Peluk aku lebih dalam lagi
Tanpa lara, tanpa luka
Balikpapan, 2024
LIUK WAKTU
Tak ada yang lebih tahu
Jarak sebenarnya ombak dan pantai
Selain angin yang perih mengibas buih
Tak ada yang lebih tua
Jarak antara rindu dan jumpa
Tak tertakar angka
Tak lahir dari kesedihan semata, tapi binar tatap mata
Tak ada yang lebih setia
Dari jarak payung dan gerimis
Kerutan waktu hanya renda belaka
Meliuk di belakang deru kereta
Jakarta, 2023
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.