Mantra Api
kata-kata yang tak pernah saling membakar
dan menghanguskan
— dan kelak tulisan yang mengabadikan
api menjadi puisi
membakar dupa
menanam aroma wangi di kepala
(2021)
Siklus
- usia adalah waktu yang setiap detik menguap ke langit
- lalu menjadi awan hitam dan titik-titik air
- adalah hujan jatuh berkejaran
- menjahit segala dengan jarum waktu
- kepada yang pergi
- kehilangan
(2021)
Kedai Kopi
di kedai kopi orang-orang datang bersama hujan
sepasang mata menatap lekat buku menu
mereka memesan kopi dan ciuman
melumat keriuhan kota dan binar lampu yang berpijar
seseorang mengulum sunyi bertukar sukar di dadanya yang belukar
seperti hutan pinus yang berselimut kabut
dua gelas kopi huzelnut late membunuh waktu
percakapan bibir dengan cangkir
kata-kata yang tumpah, menyusup
orang-orang masih khusyuk
menyesapi malam yang zig zag
ada pula yang menyusun serpihan puzzle
agar kembali menjadi rindu yang utuh
yang sering luluh oleh diam
(2021)
Merengkuh
senja terbata-bata
menjatuhkan rindu ke telaga,
mengawetkan sunyi di musim ketiga —
langit mengecup merah saga —
riuh
sebelum gelap diterangkan
sebelum terang digelapkan
sebelum malam disiangkan
sebelum siang dimalamkan
sebelum gaduh diasingkan
jika kelam masih nganga —
biarlah senja merobek cakrawala
agar malam mengatupkan luka
dengan gerimis pertama
diselimut kabut sunyi paling rahasia –
sebenar-benar-Nya
(2021)
Emi Suy, lahir di Magetan, Jawa Timur, 2 Februari 1979 dengan nama asli Emi Suyanti. Karya-karyanya berupa puisi dimuat di berbagai media, seperti Media Indonesia, Banjarmasin Post, Suara Merdeka, Malut Post, Kompas, dan lainnya. Buku kumpulan puisi tunggalnya yang sudah terbit: Tirakat Padam Api (2011), Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020), dan Ibu Menanak Nasi hingga Matang Usia Kami (2022). Ia bergiat di komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM).
Sumber: Majalah digital elipsis edisi 009, Februari—Maret 2022