JAKARTA, majalahelipsis.com—Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali meminta Kemdikbudristek untuk memeriksa ulang karya-karya sastra yang direkomendasikan masuk kurikulum.
NU Circle menemukan sejumlah karya sastra yang kontennya beradegan cabul dan vulgar dan direkomendasikan menjadi bacaan anak-anak di sekolah pada buku panduan Sastra Masuk Kurikulum.
“Adegan cabul yang mengumbar narasi seksualitas dan persenggamaan sangat tidak layak masuk kurikulum pendidikan nasional. Menteri Pendidikan harus menghentikan kecerobohan ini. Pemerintah harus menjaga keadaban manusia melalui pendidikan kemanusiaan yang adil dan beradab,” tegas Ahmad Rizali melalui siaran pers yang diterima media, Selasa (28/5/2024), di Jakarta.
Dalam Program Sastra Masuk Kurikulum, Kemdikbudristek membuat rekomendasi sejumlah karya sastra sebagai bacaan guru dan anak-anak sekolah.
Namun, ditemukan sejumlah karya sastra yang mengumbar adegan seksualitas dan persenggamaan dimasukkan secara resmi sebagai bahan bacaan yang direkomendasikan.
Ditegaskan Ahmad, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi jelas mengatur masalah ini dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Karena itu, NU Circle minta program ini harus dihentikan dan dibuat secara lebih profesional.
“UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mendefinisikan pornografi adalah gambar, sketsa, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat,” tegas Ahmad.
Menurut Ahmad, dalam pasal 4 ayat 1 tegas disebutkan larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak.
NU Circle menemukan salah satu contohnya adalah cerpen berjudul “Rumah Kawin” (2004) yang ditulis Zen Hae dan muatannya dinilai sangat vulgar serta tidak pantas dibaca anak-anak sekolah.
Diungkapkan Ahmad, problem besar pendidikan nasional saat ini adalah rendahnya mutu berpikir siswa karena kompetensi literasi dan numerasi sangat memprihatinkan.
“Mengapa Kemdikbud tidak fokus di sini. Seharusnya peran besar pemerintah adalah memberantas ini dan bukan membuat program yang justru menurunkan akal sehat serta mengumbar syahwat kebinalan lewat buku sastra,” protesnya.
Ahmad mendesak pemerintah agar lebih fokus membenahi literasi dan numerasi dengan menerbitkan Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden tentang Peningkatan Mutu Literasi dan Numerasi Pendidikan Dasar dan Menengah. (*/rls)
Foto Utama: Sekadar ilustrasi, dibuat dengan AI. (Dok. Majalah elipsis)
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.