JAKARTA, majalahelipsis.com – Hari Literasi Internasional yang dikenal dengan International Literacy Day atau Hari Aksara Internasional diperingati setiap tanggal 8 September. Ini merupakan hari yang diumumkan UNESCO pada 17 November 1965 sebagai peringatan untuk menjaga pentingnya kemampuan membaca bagi setiap manusia, komunitas, masyarakat, bahkan negara. Setiap tahun, UNESCO mengingatkan masyarakat dunia internasional untuk selalu membaca guna meningkatkan pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V, literasi merupakan kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Literasi juga dapat berarti penggunaan huruf untuk mempresentasikan bunyi atau kata. Sehingga literasi tidak dapat dipisahkan dari kemampuan berbahasa dan kemampuan dalam mengolah informasi dan pengetahuan.
“Pada era masyarakat digital saat ini, digital literacy atau literasi digital sudah menjadi keharusan untuk dikuasai oleh semua lapisan masyarakat walaupun dalam tingkatan yang berbeda-beda. Literasi digital adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menggunakan teknologi digital dengan baik, kreatif, dan kritis untuk berbagai macam hal, antara lain: memahami dan tahu cara menggunakan alat teknologi digital, mencari serta menggunakan informasi secara kritis termasuk memvalidasi sumber data dan media, berkomunikasi dan berkolaborasi dalam lingkungan online atau siber, serta mampu menjaga keamanan dan privasi berupa identitas dan data pribadi di dunia online atau siber,” demikian dikatakan pakar transformasi digital Riri Satria ketika dihubungi majalahelipsis.com meminta pendapatnya terkait Hari Literasi Internasional ini.
Berbagai profesi saat ini di dunia memang mulai membutuhkan kecerdasan digital atau digital literacy. Misalnya profesi guru. Saat ini tidak hanya dituntut mampu mengajar dengan baik, namun juga mampu mengoperasikan learning management systems atau LMS yang sudah mulai banyak diterapkan di sekolah-sekolah. Demikian pula dengan profesi dokter, juga mulai ada keharusan memahami digital health system atau sistem kesehatan digital.
“Bahkan asisten rumah tangga pun saat ini sudah harus paham berbagai peralatan digital di rumah. Profesi sopir pun saat membutuhkan literasi digital, yaitu kemampuan mengoperasikan geopositioning systems atau GPS seperti Google Maps,” ujar Riri Satria.
Menurut Riri, satu lagi yang membuat kita harus memiliki literasi digital, di mana kejahatan digital pun mulai masuk ke masjid dan rumah ibadah lainnya. Sekarang sudah marak kita temukan kotak amal menempelkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) berupa barcode yang bisa dipakai untuk mentransfer uang langsung dari rekening kita ke rekening mesjid dengan identifier QRIS tersebut, sehingga kita tak perlu lagi membawa uang tunai untuk dimasukkan ke kotak amal. Bagaimana kalau stiker QRIS-nya diganti? Maka transfer uang dari ponsel jamaah akan ke terkirim ke rekening dengan kode QRIS tersebut, tidak lagi ke rekening masjid atau rumah ibadah? Jika tidak memiliki literasi digital, maka masyarakat akan menjadi korban kejahatan ini secara masal.
“Jadi ini adalah tuntutan perkembangan zaman, dan literasi digital atau kecerdasan digital bukan lagi sesuatu yang futuristik. Semua sudah dibutuhkan saat ini, di semua lapisan masyarakat. Tentu saja semua ini hanya dapat dilakukan dengan membaca dan belajar,” tambah Riri Satria yang juga Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia ini menutup penjelasannya.
Penulis: Tiara N. S.
Editor: Muhammad Subhan
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis (Instagram).