JAKARTA, majalahelipsis.com—Pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang, konsep “pertumbuhan ekonomi” itu bermasalah, karena sumber daya bumi terbatas.
“Pembangunan berkelanjutan sangat memerhatikan dampak dari setiap tindakan sosial dan ekonomi terhadap lingkungan hidup. Dampak buruk terhadap lingkungan hidup harus dihindari dari setiap kegiatan sosial dan ekonomi sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga pada masa sekarang dan pada masa mendatang,” ujar Pakar Transformasi Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com melalui saluran telepon, Jumat (13/9/2024), di Jakarta.
Dia mengatakan, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang.
“Prinsip utama pembangunan berkelanjutan ialah mempertahankan kualitas hidup bagi seluruh manusia pada masa sekarang dan pada masa depan secara berkelanjutan,” katanya.
Diungkapkan Riri Satria, pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan prinsip kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, dan pelestarian lingkungan. Pendekatan yang digunakan dalam pembangunan berkelanjutan merupakan pendekatan yang menyeluruh.
Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada World Summit 2005 menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan pembangunan lingkungan hidup dan alam, dengan saling bergantung dan memperkuat.
“Ini menjadi pedoman global dan diharapkan dapat diikuti oleh berbagai negara di dunia,” papar Riri Satria yang juga Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM).
Disebutkan Riri, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya oleh UNESCO (2001) mendalami konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa, “… keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian, “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”.
“Dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan,” kata Riri.
Lebih lanjut PBB mencanangkan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainability Development Goals (SDG) 2030 yang merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan dan sasaran global tahun 2030 yang dideklarasikan baik oleh negara maju maupun negara berkembang di Sidang Umum PBB pada September 2015.
17 Tujuan tersebut yaitu: (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; ( 8 ) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
“SDG 2030 merupakan agenda besar umat manusia untuk mencapai kemakmuran bersama di dunia pada tahun 2030 dan Indonesia pun sudah mulai memasukkannya dalam agenda pembangunan nasional,” ujar Riri Satria.
Mendukung SDG, ungkap Riri, JSM dalam salah satu misinya ingin menjadikan sastra (salah satunya puisi) sebagai pengawal pembangunan serta peradaban, termasuk mengajak para penyair dan pencinta puisi ikut serta mengawal SDG 2030 melalui puisi.
“Puisi memiliki peran besar untuk mengugah dan menjaga nilai-nilai kemanusian yang sejalan dengan SDG 2030,” kata Riri Satria yang juga Dosen Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
JSM ingin mengajak para penyair dan pencinta puisi di Indonesia untuk senantiasa mengikuti perkembangan isu-isu terkini secara global namun berdampak nyata kepada masyarakat Indonesia. Inilah yang menjadi latar belakang gagasan penyusunan buku antoloi puisi yang digagas JSM itu.
“Satu hal yang mengejutkan buat kami adalah, kami menerima banyak apresiasi dari para sahabat penyair tentang topik SDG atau Sustainable Development Goals ini,” ujar Riri.
Menurut Riri, bagi sebagian orang SDG ini bukanlah barang baru. Namun (mungkin) bagi kebanyakan penyair di Indonesia, mereka baru berkenalan dengan SDG secara utuh, walau (mungkin) secara parsial dari 17 komponen, mereka sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari.
“Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika ada gagasan (dalam hal ini berbenuk puisi) yang kita bagikan mendapatkan apresiasi yang baik dari penyimaknya. Apalagi nanti jika sampai memberikan dampak yang nyata dan baik kepada masyarakat serta kehidupan,” katanya.
Riri Satria menyampaikan terima kasih kepada para penyair atas apresiasinya tentang topik SDG ini. “Semoga kita bisa melakukan sesuatu untuk ikut serta, entah dalam wujud apapun, untuk menyukseskannya. Saya yakin, setiap kita ada peran yang bisa kita mainkan, demi kemasalahatan bersama umat manusia,” tambahnya.
JSM telah mengumumkan hasil kurasi puisi Dunia dan Tujuan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dan nama serta judul puisi dapat dilihat di sini: https://majalahelipsis.com/jsm-umumkan-hasil-kurasi-antologi-puisi-dunia-dan-pembangunan-berkelanjutan-ini-nama-nama-penyair-terpilih/
“Kami juga bahagia menerima kiriman puisi dari beberapa penyair dari negara tetangga, yaitu Malaysia serta dari seorang penyair Indonesia yang bermukin di Eropa,” tutup Riri Satria. (aan/elipsis)
Editor: Muhammad Subhan
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.