Pengantar Redaksi:
Buku bajakan marak beredar di masyarakat, bahkan di pasar digital (marketplace). Oknum pelaku pembajak seolah tak tersentuh hukum. Penerbit dan penulis tentu sangat dirugikan. Seperti apa dampak kehadiran industri buku bajakan yang dari tahun ke tahun itu dipersoalkan banyak pihak tetapi telah menjadi rahasia umum? Majalah elipsis edisi perdana merangkum sejumlah pendapat masyarakat di beberapa kota di Indonesia yang ikut resah atas fenomena buku bajakan itu. Apa kata mereka? Mari disimak! (Redaksi)
Melanggar Hak Cipta
PEMBAJAKAN merupakan salah satu pelanggaran hak cipta. Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Apa pun alasannya, ketika melakukan pembajakan buku berarti telah melanggar Undang- Undang Hak Cipta. Pelanggaran Hak Cipta dapat diancam oleh Pasal 72 UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
Menurut pendapat saya, sebaiknya mata rantai industri buku bajakan harus diputus, sebab merugikan penulis dan penerbit.
Jika berdalih karena harga buku mahal dan untuk mendapatkan biaya lebih murah, solusinya kita bisa meminjam di perpustakaan. Kemudian, mencatat inti sari materi yang kita butuhkan. Membajak adalah hal bodoh. Tinggalkan!
DELVIA ANDRINI
Guru TIK SMA Negeri 1 Payakumbuh
Dampak Buruk Bagi Penulis
SUDAH cukup lama di negeri tercinta ini buku bajakan bermunculan. Berdampak buruk bagi penulis, tidak mendapatkan apresiasi yang seharusnya diterima, lalu kreativitasnya pun diinjak dan tak bernilai.
Sebagai konsumen yang baik, bijaklah untuk menyikapi karakter si pembajak, dan stop membeli buku bajakan!
Belilah buku original. Dengan begitu, kita dapat ikut memberi apresiasi dan dukungan kepada penulis. Sehingga, bangsa kita menjadi bangsa literat yang kelak menguasai dunia.
DIAN SARMITA
Dosen STKIP Widyaswara Indonesia
Solok Selatan
Masyarakat Awam Banyak Tidak Tahu
SILANG sengkarut persoalan buku bajakan adalah permasalahan kompleks di Indonesia yang telah terjadi sejak lama dan sulit diberantas. Diperlukan kesadaran semua lapisan masyarakat untuk dapat memberangusnya.
Di satu sisi, buku adalah sebuah karya cipta sebagai kekayaan intelektual penulis yang mesti dihargai. Pembajakan terhadap buku tentu saja merugikan tak hanya penulis tetapi juga pihak penerbit. Sementara di sisi lain, berbagai kondisi sosial-ekonomi di masyarakat membuat buku bajakan dengan segala “keunggulannya” semakin diminati.
Bagaimana tidak, buku bajakan dibanderol dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan buku asli. Selain itu, masyarakat awam banyak pula yang tidak mengetahui perbedaan kualitas fisik buku ataupun risiko (tanggung jawab moral) dari membeli buku bajakan tersebut. Oleh karena itu, hal urgensi yang mesti dibenahi pertama kali adalah mind set masyarakat, bahwasanya membeli apalagi turut mengedarkan buku bajakan adalah suatu perbuatan tak bermoral. Termasuk mengedarkan fotokopi buku dari naskah asli maupun dalam bentuk digital (PDF) tanpa seizin penulis dan penerbit yang bersangkutan.
AYU K. ARDI
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Payakumbuh
Penting Membeli Buku Asli
BUKU bajakan banyak sekali beredar di kalangan masyarakat. Ditambah banyaknya peminat dari buku bajakan, sebab harga murah, isinya sama, dan mudah didapatkan. Bagi kalangan masyarakat kualitas kadangkala nomor sekian, yang terpenting punya buku. Tak heran pembeli buku bajakan menjamur.
Mereka tidak tahu (plus tidak mau tahu) dengan membeli karya bajakan telah merugikan banyak pihak, seperti penulis dan penerbit. Tetapi berangkat dari hal tersebut, perlu disosialisasikan lagi kepada masyarakat bahwa pentingnya membeli buku asli. Miskinnya pengetahuan tentang buku bajakan menjadi salah satu pendorong banyaknya masyarakat yang mengonsumsi bacaan tersebut. Bahkan, mereka tidak menyadari kalau telah membeli buku bajakan. Apalagi pada masa pandemi seperti sekarang.
Kehidupan semakin sulit, masyarakat kurang selektif dalam membeli, yang penting bisa mendapatkan dengan harga murah. Hal ini sudah membuat mereka senang. Peran pemerintah sangat diharapkan untuk menanggulangi masalah ini. Tertibkan oknum pembajak karya dan lapak bajak, termasuk konsumen yang tidak selektif itu. Tentu saja dengan sanksi tegas sehingga aksi mereka dapat dipangkas.
HEZA HARA
Penulis, Guru
Duri, Riau
Butuh Kerja Sama Banyak Pihak
MARAKNYA peredaran buku bajakan sangat meresahkan para penulis. Bagaimana tidak, hasil karya mereka yang ditulis dengan perjuangan berdarah-darah, tiba-tiba dihargai dengan begitu murah. Padahal kalau mau jujur, hasil dari kreativitas penulis itu tidak ternilai harganya karena tidak semua orang bisa menciptakan karya bermutu.
Memutus mata rantai buku bajakan memang dibutuhkan kerja sama dan kesadaran dari berbagai pihak. Aparat hukum mensosialisasikan hotline pengaduan untuk menerima laporan pembajakan. Bagi pelakunya, selain sanksi hukum juga diberlakukan sanksi sosial agar ada efek jera. Tidak kalah pentingnya adalah mengimbau para konsumen agar tidak membeli buku bajakan. Jika tidak ada yang membeli, tentu pembajaknya terpaksa gigit jari.
NISWATI
Guru SMPN Padang Panjang
Sumber: Majalah digital elipsis edisi 001, Juni—Juli 2021