Oleh Emi Suy
Penyair dan penikmat musik klasik
Selasa, 20 Desember 2022, saya bersama Bang Riri Satria menghadiri sebuah acara Magical Notes Concert Ananda Sukarlan, di Hall @atAmerica Pacific Place, Jakarta. Buat saya ini adalah sebuah kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri karena pertama kalinya saya dapat menyaksikan secara langsung seorang Ananda Sukarlan memainkan piano. Mas Ananda memainkan beberapa lagu dan dua di antaranya bersama penyanyi sopran Pepita Salim. Diselingi tanya-jawab. Hadirin bertanya Mas Ananda menjawab.
Ananda Sukarlan mengundang soprano muda Pepita Salim untuk menyanyikan karyanya berdasarkan puisi Phyllis (atau kerap ditulis juga Phillis) Wheatley untuk meningkatkan kesadaran akan karya sastra budak perempuan Afrika ini. Pepita juga salah satu solois yang diundang Ananda saat pagelaran perdana G20 Orchestra di Candi Borobudur, 12 September tahun lalu. Pepita adalah lulusan New England Conservatory di Boston, dan pernah memenangkan Kompetisi Tembang Puitik Ananda Sukarlan Award dan American Protege International Vocal Competition.
“Pertemuan” pertama komposer Ananda Sukarlan dengan karya seni budak Afrika di Amerika adalah selama masa kuliahnya di Royal Conservatory of Music (Koninklijk Conservatorium) di Den Haag. Dia mulai riset mengenai puisi budak perempuan Phillis Wheatley dan membuat musik dari berbagai puisinya sejak itu.
Lahir di Gambia, Afrika, Wheatley ditangkap oleh pedagang budak dan dibawa ke Amerika pada tahun 1761 ketika ia berusia sekitar 7 tahun. Setibanya di sana, ia dijual ke keluarga Wheatley di Boston, Massachusetts. Nama depan Phyllis berasal dari kapal yang membawanya ke Amerika, “The Phyllis.”. Wheatley dididik oleh keluarga pemiliknya sampai dia bisa membaca Alkitab, klasik Yunani dan Latin juga sastra Inggris. Setelah dibebaskan pasca kematian ibu keluarga Wheatley, Phillis menjadi lebih vokal dalam mengekspresikan pandangan antiperbudakannya, dan kemudian menjadi penyair kulit hitam pertama yang diakui secara internasional dalam sejarah, menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1773.
Mas Ananda dikenal sebagai pianis, komponis, pendidik, penulis dan aktivis kebudayaan Indonesia. Beliau membuat musik untuk anak-anak difabel di Spanyol, bekerja sama dengan Fundacion Musica Abierta. Sedangkan di Indonesia melalui yayasan yang didirikannya, Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI) untuk memberikan pendidikan musik gratis buat anak-anak SD yang kurang mampu. YMSI juga menjadi penyelenggara kompetisi Ananda Sukarlan Award (ASA) yang dicetuskan oleh Ibu Pia Alisjahbana di tahun 2008. Tadinya ASA hanya untuk piano, kemudian Patrisna May Widuri pendiri Amadeus Enterprise di Surabaya menyelenggarakan kompetisi “Tembang Puitik Ananda Sukarlan” di tahun 2011. YMSI kemudian menggabungkannya mulai tahun 2023, yaitu menjadi kompetisi untuk semua instrumen dan vokal klasik.
Mengajarkan musik pada anak, bukan hanya menjadikan anak sebagai musikus tetapi mengasah sensitivitasnya serta mengaktifkan bagian otak yang tak aktif. Dia mengatakan musik sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan anak serta mengasah kepekaan terhadap suara dan lingkungan.
Dalam bermusik, lanjut Ananda, anak-anak juga diajarkan untuk bekerja sama dengan musisi-musisi dalam suatu orkes. Hal tersebut mengajarkan anak bagaimana bekerja sama dengan perbedaan yang ada untuk mencapai satu tujuan. Menurutnya nanti anak-anak akan terbiasa dengan perbedaan, begitu selesai latihan.
Ananda Sukarlan sudah menerapkan pendidikan karakter pada anak melalui Yayasan Musik Sastra Indonesia. Ia dengan sukarela mendidik anak-anak bermain musik secara gratis. Kelas musik tersebut, lanjut dia, sudah dimulai sejak 2009 lalu. Setiap tahun, setidaknya ada sekitar 50 anak yang ikut serta. Akan terlihat banget perbedaannya, energi mereka tersalurkan ke hal-hal positif.
Ananda sendiri mengajarkan teknik klasik, alasannya karena merupakan dasar dari semua jenis musik. Jika anak tertarik dengan aliran musik lain, maka dia dengan mudah pindah. Ia berharap pendidikan karakter melalui musik tersebut dapat diterapkan di sejumlah sekolah yang ada di Tanah Air.
Saya sangat berterima kasih kepada Mas Ananda, karena pada tahun 2022, beliau memberikan endorsement pada buku kumpulan puisi saya ‘Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami’ yang terbit bulan Februari 2022. Masih tahun 2022, pada episode video terbaru Mas Ananda, puisi saya berjudul “Kukusan” dari buku kumpulan puisi saya baru tersebut dinyanyikan oleh Mbak Vetalia Pribadi, seorang classical singer yang juga pemenang ASA, diiringi musik piano oleh Mas Ananda Sukarlan:
Mengutip Wikipedia, Mas Ananda telah belajar bermain piano sejak usia lima tahun. Selulusnya dari SMA Kolese Kanisius Jakarta pada tahun 1986, dilanjutkan ke Royal Conservatory of The Hague di Den Haag, Belanda. Di tempat terakhir ini ia meraih master dengan predikat summa cum laude. Kesempatan bersekolah di Eropa ini dipakainya untuk mengikuti dan memenangkan berbagai kompetisi piano internasional, seperti antara lain Prix Nadia Boulanger di Orleans, Perancis.
Sebagai pianis, beliau telah memenangkan banyak kompetisi internasional di masa mudanya, yang membawanya ke karier musik internasional yang gemilang. Sampai saat ini ia telah memperdanakan lebih dari 300 karya baru yang ditulis khusus untuknya oleh komponis-komponis dunia, seperti Peter Sculthorpe, David del Puerto, Theo Loevendie, Nancy van de Vate dan Gareth Farr.
Musik-musik tersebut menggunakan elemen-elemen etnik Indonesia yang telah diperkenalkan oleh Ananda Sukarlan. Selama periode 1995—2006 ia mengadakan minimal 50 konser setahun di seluruh bagian dunia dihadiri oleh para anggota kerajaan dan para pejabat tinggi banyak negara, dan sejak 2006 ia mengurangi kegiatan konsernya untuk lebih berkonsentrasi ke menulis musik. Ini termasuk di tahun 2000 di mana ia menjadi seniman Indonesia pertama yang diundang oleh Portugal, saat itu didapuk menjadi solois dengan Portuguese Symphony Orchestra, hanya beberapa bulan setelah pulihnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Portugal.
Nyaris 20 tahun berkecimpung di dunia musik klasik, pianis ternama, Ananda Sukarlan, yang saat ini berusia 55 tahun, berpikir untuk ‘pensiun’ dini. Pianis yang pernah menetap di Spanyol ini mengaku sudah lelah dengan kesibukannya keliling dunia. “Ingin di belakang layar saja, jadi komponis, bukan pianis di depan panggung,” ujarnya di atas panggung. Dalam setahun, ia bisa berkeliling ke beberapa negara sekaligus. Awalnya menikmati, tapi lama-kelamaan lelah dan waktu untuk berolahraga menjaga kondisi tubuh tetap fit semakin susah didapatnya.
Tapi, sampai saat ini, niat pensiun belum dilakoninya. Permintaan bermain piano tetap mengalir deras. “Nanti pelan-pelan saja mengurangi,” katanya.
Ananda yang lahir di Jakarta 10 Juni 1968 ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang namanya tercatat dalam buku 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century. Buku yang dipublikasikan Cambridge tahun 2000 itu berisi 2.000 orang yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia musik.
Karya terbanyaknya merupakan karya untuk vokal yang saat ini berjumlah lebih dari 200 lagu. Musiknya telah banyak ditulis sebagai bahan disertasi dan tesis doktoral di beberapa universitas antara lain di Brisbane, Sydney, Maastricht, Glasgow, Madrid, Hongkong dan Amerika Serikat. Karyanya yang paling terkemuka adalah Rapsodia Nusantara yang sangat virtuosik untuk piano yang kini berjumlah 40 nomor, yang mana setiap nomor didasari oleh musik rakyat dari satu provinsi di Indonesia.
The Sydney Morning Herald Australia memberikan predikat kepada Ananda Sukarlan sebagai “One of the world’s leading pianists at the forefront of championing new piano music”. Tahun 2014, Ananda Sukarlan menerima penghargaan Dharma Cipta Karsa RI dan Anugerah Kebudayaan RI 2015. Tahun 2020, dia dilantik menjadi Presiden Dewan Juri Queen Sofia Prize di Spanyol, sebuah ajang penghargaan tertinggi musik klasik di Eropa.
Ananda Sukarlan telah banyak memperkuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan banyak negara melalui bahasa universal yaitu musik. Pada Desember 2020, dia menerima anugerah gelar kesatriaan Cavaliere Ordine della Stella d’Italia dari Presiden Sergio Mattarella dan tahun 2023 penghargaan tertinggi kerajaan Spanyol, Real Orden Isabel la Catolica.
Tahun lalu pada KTT G20 di Indonesia tahun 2022 ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi baru-baru ini telah menunjuknya sebagai Pendiri dan Direktur artistik G20 Orchestra. Penampilan perdana G20 Orchestra itu dilaksanakan di Candi Borobudur pada 12 September 2022 yang dihadiri oleh para Menteri Kebudayaan G20, menampilkan karya Sergei Prokofiev, Sir Michael Tippett, Giacomo Puccini dan mahakarya Ananda sendiri “The Voyage to Marege’ ” bersama dua orang penyanyi asli suku Aborigin. Ananda sendiri menunjuk dirigen orkes Eunice Tong untuk memimpin orkes dengan anggota yang paling penuh perbedaan (dari segi latar belakang budaya, agama, bahasa, suku dan ras) yang diharapkan menjadi warisan budaya dunia ini.
Selamat dan sukses, Mas Ananda—sehat senantiasa dan menginspirasi selalu. (*)
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.