Oleh Muhammad Subhan
BERGURULAH, pun dalam hal menulis.
Anak-anak disuruh bersekolah, masuk TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, agar belajar pada guru, memperoleh ilmu, pengalaman, juga motivasi yang menginspirasi kehidupan di kemudian hari.
Berguru, ada tugas latihan dan ujian diberi. Guru menilai, hasilnya bisa baik, cukup, atau kurang.
Tugas dan ujian itu, harus dikerjakan sungguh-sungguh, agar naik kelas, bikin hati puas, juga menjadi kebanggaan pada siapa saja, terutama orang tua.
Orang tua bakal terharu, bahkan menitikkan air mata, ketika mereka tahu, sang anak “menjadi”; tidak menyia-nyiakan pengorbanan mereka yang telah membiayai pendidikan dan tak sedikit uang dikeluarkan.
Ya, bergurulah pada siapa saja, bahkan pada alam, tetapi dahulukan adab daripada ilmu—demikian kata guru-guru ahli hikmah.
Ilmu dapat dicari, adab tumbuhkan dalam diri. Kalau tidak beradab, pada guru tak akan hormat.
Kalau guru sudah tidak dihormati, ilmu yang didapat tak berkah. Kaji tak akan sampai.
Belajar tanpa guru, sama dengan mengemudi tanpa tujuan, asal tiba saja, atau bahkan tersesat di tengah jalan. Sudah banyak kejadian.
Menulis juga perlu guru. Guru pada penulis-penulis yang karyanya sudah mumpuni, semangat dan motivasinya melecut diri. Perjuangan hidup mereka memelekkan mata, bahwa tidak ada jalan instan menggapai kesuksesan.
Bergurulah pada karya-karya mereka, pada capaian-capaiannya, pada prestasi dan pada segala yang menjadi inspirasi.
Temui guru-guru itu di dalam buku, di ruang- ruang seminar, workshop/pelatihan, komunitas/sanggar/kelas menulis, ataupun di sekolah-sekolah khusus yang mengajarkan menulis kreatif.
Namun demikian, proses belajar paling penting dari berguru pada guru adalah tidak menunda apa yang telah mereka ajarkan: “menulis”!
Ya, segera menulis. Tulis, dan tulis. Terus menulis. Ketika sempat atau sempit.
Menjadi penulis, tunjukkan tulisan. Tulis apa saja. Tulis yang disukai dan yang tidak disukai.
Tentu, harapannya, jadilah penulis yang karya-karyanya disukai pembaca. Kalau ada yang tidak suka, biarkan saja. Terus saja menulis. Jadikan menulis sebagai jalan hidup.
Sebab, hidup ini terus berjalan. Sepanjang jalan itu bertabur ide untuk dituliskan.
Sumber: Majalah digital elipsis edisi 002, Juli—Agustus 2021
Untuk keterbacaan teks dan tampilan yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582.