Dan, Kepergian Kekasihnya itu tak Dapat Ditangguhkan Lagi

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

Oleh Muhammad Subhan

BARULAH dia insyaf, kehadiran kekasihnya itu sungguh berharga. Tetapi keinsyafannya tidak lagi berguna, sebab kekasihnya telah pergi. Jauh. Jauh sekali.

Air matanya jatuh. Dia menyesal mengapa dia begitu tak acuh. Padahal, dia hanya diberi kesempatan sebulan saja—waktu yang singkat untuk sebuah pertemuan—berasyik-masyuk, khusyuk dalam rukuk dan sujud kepasrahan.

Begitulah, kalau sudah tiada—tak ada lagi kekasihnya itu di sisinya—baru terasa. Di saat masih ada, sering disia-siakan, dianggap angin lalu saja.

Sempat dia bermohon agar kepergian kekasihnya itu ditangguhkan. Dia berdiri di muka pintu dengan tubuh gemetar, mata nanar, bibir kelu. Ia berteriak sekeras-kerasnya.

“Kembalilah duhai, Kekasih. Kembalilah kepadaku ….”

Sekejap saja kekasihnya itu menoleh ke belakang, sekadar melambaikan sapu tangan dan salam perpisahan. Raut wajahnya memancarkan kesedihan. Air matanya tumpah. Ingin sekali ia kembali, tetapi perjanjian sudah tiba di ambang batas.

Kemudian, dia coba berlari, mengejar tubuh kekasihnya itu. Kalaulah dapat, ingin dia bersimpuh dan memohon maaf, memeluk tubuh kekasihnya erat. Namun, kedua kakinya terasa berat. Dia serupa patung. Sementara seberkas cahaya terus menarik tubuh kekasihnya, melesat jauh. Cahaya yang sangat terang benderang, tetapi sekilat saja, kemudian hilang.

Jatuh terduduklah dia. Benarlah, penyesalan selalu datang terlambat.

Tiba-tiba ia ingat, di saat kekasihnya itu datang. “Aku untukmu. Tapi aku tak lama, jangan kau sia-siakan,” gumam kekasihnya dengan kedua bola mata berkaca-kaca, penuh pengharapan.

Dia melihat kekasihnya itu memikul beban di pundaknya. Beban yang berat. Ia digumamkan beberapa nama: “Aku bersama puasa, Qur’an, salat, zakat, amalan-amalan sunnah yang pahalanya berlipat.”

Tetapi, tak tergerak hatinya memungut pemberian kekasihnya itu. Pemberian yang tulus, tak bersyarat.

“Ingat, waktuku singkat. Sebelum kita berpisah, ambillah barang sedikit, yang mampu kaujaga, hingga aku menutup mata,” kata kekasihnya lagi.

“Nantilah, masih ada waktu,” jawabnya seringan kapas.

Setiap menit, setiap embusan napas yang lepas, kekasihnya itu tak bosan mengingatkan, membujuk, merayu sepenuh kasih dan sayang. Namun, dia seolah memekakkan telinga. Dia terlena dengan kesibukan-kesibukan lain yang menjauhkan dirinya pada kekasihnya itu.

Tak jarang, dia biarkan kekasihnya tinggal seorang diri di rumah. Terkurung dalam kesepian. Terpuruk dalam gigil kedinginan.

Di saat dia pulang, malam telah larut. Dia temui kekasihnya itu duduk bermenung di ruang tamu, menunggu. Kepalanya menunduk, kedua telapak tangannya menutup wajah. Kesabaran dan kesetiaan yang tak dapat diukur dengan apa pun.

“Kenapa kau belum tidur?” tanyanya penuh selidik.

“Bagaimana aku dapat tidur? Aku mencemaskan dirimu.”

Dia merasakan detak jantung kekasihnya itu berdenyut sangat cepat, tidak beraturan, melukiskan gundah dan gelisah.

“Waktuku sudah di pengujung,” ucap kekasihnya samar-samar.

Dia melihat air mata tumpah tiba-tiba, menganaksungai di kedua pipi kekasihnya itu. Air mata cinta. Air mata kasih sayang. Bibirnya gemetar.

Tersentaklah dia dari lamunan. Tiba-tiba dia menjadi sangat takut.

“Oh, Tuhan, apa yang sudah kulakukan? Ke mana saja aku selama ini?”

Lamat-lamat, nun, di masjid, ia dengar suara takbir Idulfitri berkumandang, sahut-bersahutan. Menyayat-nyayat hulu hatinya. Sayatan itu ia rasakan begitu sangat perih ….

Dan, tiba-tiba, ia telah kehilangan segalanya. Kehilangan kekasihnya. Kehilangan dirinya. (*)

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca