Beri Kuliah Umum di Hadapan 200 Mahasiswa Unand, Riri Satria: Generasi Hari Ini Jangan Sampai Jadi Penonton di Negara Sendiri

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

PADANG, majalahelipsis.com—Mahasiswa harus jeli dan melek pada perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Dalam menghadapi perubahan itu, ada yang pro dan ada pula yang kontra.

“Semua, tentu, tergantung dari sudut pandang mereka. Yang menolak perubahan menurut mereka perubahan sebuah ancaman, yang menerima perubahan, perubahan adalah sebuah peluang,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat memberikan Kuliah Umum di hadapan 200-an mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas serta beberapa dosen di kampus Unand, Kota Padang, Senin (13/5/2024).

Kuliah umum atas kerja sama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand), Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (IKAFE Unand), serta Econand Business Consultant itu, secara khusus mengundang Riri Satria untuk memberikan pandangan-pandangannya seputar topik “Menghadapi Era Industri 5.0: Bagaimana Membangun Keunggulan Kompetitif Sejak Masih Menjadi Mahasiswa?”

Riri Satria memberikan kenang-kenangan kepada Rektor Universitas Andalas, Dr. Efa Yonnedi, S.E. MPPM., Akt., CA., CRGP. setelah memberikan kuliah umum kepada 200-an mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas di Padang, Senin, 13 Mei 2024. (Foto: Dok. IST.)

Riri Satria yang juga Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) lebih lanjut mengatakan, perubahan pada manusia mulai terjadi sejak evolusi peradaban dari masyarakat berburu (society 1.0), masyarakat bertanam (society 2.0), masyarakat industri (society 3.0), masyarakat digital (society 4.0), dan masyarakat cerdas (society 5.0).

“Revolusi industri itu terus berkembang seiring pergantian masa dan pertukaran waktu, dan hari ini orang-orang sudah bersentuhan dengan artificial intellegencia atau kecerdasan buatan,” kata mantan aktivis kampus dan Sekretaris Jenderal Pertama Ikatan Mahasiswa Ilmu Komputer dan Informatika se-Indonesia (1991–1992) ini.

Bertumbuh pesatnya teknologi itu, Riri Satria mengingatkan tentang kompetisi apa yang harus disiapkan sejak menjadi mahasiswa supaya kompetitif di masa depan. Dia mewanti-wanti jangan sampai generasi hari ini menjadi penonton di negaranya sendiri.

“Langkah pertama yang harus disiapkan adalah membangun growth mindset, dalam hal ini termasuk mengoptimalkan high order thinking skills (HOTS). HOTS tindak lanjut dari kemampuan low order thinking skills (LOTS), sehingga seorang mahasiswa mampu melakukan analisyng, evaluating, dan creating. Jadi, tidak sebatas remembering, understanding, dan applying saja,” papar Riri Satria.

Di samping itu, mahasiswa harus kompeten dan memiliki daya saing. Maksudnya, kompeten dalam bidangnya masing-masing, mampu bersaing secara global, serta mampu menganalisis dan memecahkan masalah.

Sebanyak 200-an mahasiswa Unand mengikuti kuliah umum yang disampaikan Riri Satria, Senin, 13 Mei 2024. (Foto: Dok. IST.)

“Orientasi berpikirnya harus pada upaya memecahkan masalah, bukan menjadi sumber masalah,” ujar Riri Satria.

Tidak hanya itu, seorang mahasiswa kompetitif juga harus mampu membaca data dan menganalisis data, berpikir kreatif, dan inovatif. Orientasi berpikirnya menemukan cara-cara baru, berani keluar dari pakem yang lama.

“Termasuk di dalamnya kemampuan berpikir kritis. Orientasi berpikir kritis, yaitu kritis terhadap pikiran, gagasan, keputusan, kebijakan, bahkan hasil penelitian, dan sebagainya. Tujuannya untuk mencari yang terbaik dan terus melakukan continuous improvements,” ungkap Riri Satria.

Ditambahkannya, pentingnya juga bagi mahasiswa memahami ekosistem digital dengan memanfaatkan fitur-fiturnya untuk memudahkan pekerjaan maupun keperluan lainnya, serta terus mengikuti perkembangan teknologi yang dari waktu ke waktu terus tumbuh dan berkembang.

“Selain itu, agar tidak tersisih dari pergaulan global, kita harus mampu membangun jaringan pertemanan seluas mungkin. Dengan demikian akan terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan, kolaborasi dalam mengerjakan berbagai urusan, serta saling memahami perbedaan,” katanya.

Di sesi akhir kuliah umumnya Riri Satria membacakan puisi karyanya berjudul “Perubahan”. Pada puisi itu Riri menyampaikan bahwa orang-orang yang menolak perubahan lebih menganggap perubahan sebagai sebuah ancaman, entah itu ancaman eksistensi, atau lainnya.

“Mereka mungkin sudah mapan dalam zona nyaman, mereka memberi label bencana terhadap perubahan. Ada 1001 alasan mereka menolak perubahan,” ujar Riri Satria.

Meski banyak yang menolak perubahan, tambah Riri, tak sedikit yang menerima perubahan. Mereka menciptakan perubahan dan membuat dunia tercengang.

“Mereka membentuk peradaban. Mereka menginginkan dunia menjadi lebih baik. Mereka tampil dengan ide-ide cemerlang,” tambah Riri dalam puisi itu. (aan/elipsis)

Editor: Muhammad Subhan

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca