OLEH MUHAMMAD SUBHAN | REDAKSI MAJALAH ELIPSIS
DI ANAK tangga masjid, tiga remaja perempuan sedang bercengkerama. Sambil menunggu datangnya azan Isya, salah seorang di antara mereka bercerita tentang kakak kelas mereka yang memberi perhatian lebih kepadanya. Ia ingin mengungkapkan balasan perasaannya kepada kakak kelas itu, tetapi malu menyampaikannya.
“Sampaikan saja lewat puisi,” jawab temannya.
“Wah, iya benar, kamu bisa bikinkan saya puisi kan, Anita?” tanya si remaja yang sedang kasmaran dengan mata berbinar-binar.
Temannya yang dipanggil Anita hanya cekikikan kemudian menjawab, “Ayo, siapa takut.”
Bila diingat kapan Anita mulai menulis untuk orang lain, mungkin itulah momentumnya. Menuliskan puisi cinta untuk sahabatnya dan menciptakan debar bahagia bagi si kakak kelas. Menulis untuk berkomunikasi dengan pembaca. Seiring dengan berjalannya waktu, karya-karya Anita terus dilahirkan.
Awal kali pertama ia menerbitkan buku terjadi ketika mendapat tawaran dari Mizan Publishing. Sebuah serial untuk remaja yang hadir dalam beberapa judul buku mengenalkan nama Anita Hairunnisa sebagai salah satu penulis di Indonesia.
Menulis bukan hanya sebagai sesuatu yang sangat Anita sukai, tetapi kecintaannya terhadap buku sudah mendarah daging. Sejak kecil Anita akrab dengan buku, ibunya adalah pengurus taman baca. Sejak masih belum bisa membaca, buku selalu ada dalam pelukannya. Sejak belum bisa membaca ia sudah suka melakukan storytelling hanya bermodalkan gambar pada buku. Mungkin itulah yang membuatnya pernah menjalani profesi dalam dunia penerbitan sebagai editor akuisisi, penerjemah, hingga menjadi pendongeng. Lantas dunia literasi pun menjadi jalan yang ia ambil dalam hidupnya.
Berikut bincang-bincang Muhammad Subhan dari majalah digital elipsis bersama Anita Hairunnisa.
Mengapa memilih literasi?
Saya memulai semua perjalanan literasi ini karena saya ingin mengabadikan hal-hal baik dan menyampaikannya kepada yang lain. Sangat menyenangkan kita menangkap semangat dan kisah baik dari seseorang di suatu tempat kemudian kita bagikan kepada yang lainnya sebagai inspirasi. Mengajak orang lain yang sebelumnya tidak tahu kemudian menjadi mengetahui dan mengambil manfaatnya bagi kehidupannya. Misalnya saya menuliskan sesuatu kemudian ada orang yang terpengaruh dari tulisan atau cerita saya. Mereka lantas membagikannya kepada orang lain. Mungkin tulisan saya sangat sederhana, tetapi barangkali ada butterfly effect yang bisa ditimbulkan oleh pesan sederhana itu.
Semenarik apa literasi itu?
Tentu, sangat menarik, kebermanfaatannya panjang bagi kita. Menulis buku, membuat film, mengajarkan menulis, hingga membangun taman bacaan atau usaha terkait hal itu ibarat menjalani passion sambil mendapatkan pahala. Itulah yang menjadi semangat saya memilih jalan ini.
Sampai sejauh ini karya apa saja yang sudah dihasilkan?
Kalau bicara karya, saya membaginya menjadi karya dalam bentuk produk dan juga karya dalam bentuk legacy. Selain menulis artikel, buku, saya juga terlibat dalam pembuatan film, games, dan board game edukasi. Untuk buku hingga saat ini saya sudah menulis lebih dari 50 buku, tiga film, dan karya lainnya. Setiap jenis karya ini menghadirkan tantangan dan kebahagiaan tersendiri bagi saya.
Kedua adalah legacy. Saya tertantang tidak hanya meninggalkan jejak dalam hidup saya dan hidup orang lain dalam bentuk inspirasi. Kalau saya bisa membuat sebuah aktivitas yang mampu menjadi titik penting dalam milestone hidup seseorang dalam berkarya cipta tentu akan sangat membahagiakan bagi saya. Tentu hal ini tidak mungkin saya lakukan sendiri, kolaborasi adalah jawabannya. Sejauh ini saya sudah berkolaborasi dengan banyak pihak, baik pemerintah daerah, kementerian, hingga institusi yang bergerak khusus dalam literasi seperti Perpustakaan Nasional RI. Saya merancang berbagai program literasi yang kita buat semenarik mungkin di antaranya adalah Writingthon atau Writing Marathon yang sudah kita laksanakan di berbagai wilayah dan institusi.
Bersama Perpusnas Press kami membuat Inkubator Literasi Pustaka Nasional. Saya bangga sekali dengan Perpusnas Press yang mampu terus menggerakkan ILPN menjadi menyebar ke seluruh Indonesia.
Dan alhamdulillah, saya sudah terlibat dalam banyak program yang bagi saya akan menjadi legacy dalam hidup. Terlebih siapa menyangka semua itu berangkat dari literasi, kesukaan saya akan menulis dan buku. Sampai kini saya dan kawan-kawan mendirikan Bitread Publishing dan juga platform perpustakaan digital.
Apa harapannya untuk literasi di Indonesia?
Indonesia itu sungguh luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadi sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis. Kearifan lokalnya sarat cerita yang akan membawa peradaban kita menjadi luar biasa. Orang-orang Indonesia juga banyak yang berbakat dan kreatif. Nah, dengan segala aspek ini pekerjaan rumah tentang memajukan literasi di Indonesia mestinya tidaklah berat, asal kita mau bekerja sama, bukan saling menjatuhkan, merendahkan teman lain yang berjuang, bisa menghargai apa yang orang lain lakukan. Jika kita bisa guyub dan bergotong royong, literasi Indonesia akan sangat gemilang. (*)
Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Google Play atau APP Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.