Ananda Sukarlan Konserkan “Pandemic Poems” dari Puisi Karya Hilmi Faiq, Goenawan Monoharto, Muhammad Subhan, dan Riri Satria

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on telegram

JAKARTA, majalahelipsis.com—Pianis dan komponis berkaliber internasional Ananda Sukarlan menggelar konser di Galeri Hadiprana Boutique Mal, Kemang, Jakarta, Minggu (17/12/2023).

Konser itu bertujuan menggalang dana untuk penyelenggaraan kompetisi Ananda Sukarlan Award (ASA) tahun depan untuk para musikus klasik muda Indonesia di semua instrumen musik.

Ananda Sukarlan yang baru saja menerima penghargaan tertinggi Kerajaan Spanyol Royal Order of Isabel la Catolica ini mengajak dua pemenang edisi ASA tahun 2023, yaitu pemain biola Aghisna Indah Mawarni dan soprano yang baru berusia 14 tahun, Shelomita Amory.

Galeri Seni Hadiprana sebagai tuan rumah konser ini yang diresmikan Presiden Soekarno merupakan galeri seni pertama di Indonesia, berdiri tahun 1962 di kawasan Kebayoran Lama, dan telah pindah ke kawasan Kemang sampai saat ini.

Ananda Sukarlan duet dengan violis Aghisna Indah Mawarni. (Foto: Dok. Emi Suy.)

Konser ini dilaksanakan di ruang bawah galeri yang dipenuhi sekitar 100 orang. Ananda Sukarlan memainkan empat karya virtuosiknya untuk piano solo, yaitu dua variasi lagu Natal terkenal “God Rest Ye Merry Gentlemen” dan “Silent Night”, Rapsodia Nusantara no. 36, serta variasi dari lagu S.M. Mochtar, “Kasih Ibu”.

Menariknya, dua lagu Natal yang divariasikan tersebut memiliki elemen sangat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Indonesia juga bisa merayakan Natal walaupun menggunakan lagu-lagu yang sangat kental unsur Baratnya.

Hal yang paling istimewa pada konser ini adalah dinyanyikan untuk pertama kalinya karya baru Ananda, “Pandemic Poems” oleh Shelomita Amory. “Pandemic Poems” merupakan empat tembang puitik berdasarkan empat puisi yang ditulis penyair-penyair Indonesia saat pandemi Covid-19, yaitu “Gugus 1: Pemedis di Garis Depan” (puisi karya Goenawan Monoharto), “Beda Keyakinan” (Hilmi Faiq), “Setelah Dirumahkan (5)” (Muhammad Subhan) dan diakhiri dengan “Dialog Sesama Virus Korona Tentang Koruptor” (Riri Satria).

Ananda Sukarlan mengiringi Shelomita Amory menyanyikan puisi “Setelah Dirumahkan (5)” karya Muhammad Subhan. (Foto: Dok. Emi Suy.)

Pada konser ini, hadir dua dari empat penyair tersebut, yaitu Hilmi Faiq dan Riri Satria. Sementara itu, Muhammad Subhan yang berdomisili di Padang Panjang, Sumatera Barat dan Gunawan Monoharto di Makassar, Sulawesi Selatan, tidak dapat hadir.

“Musik adalah bahasa universal. Dengan bertransformasinya puisi menjadi musik, arti dari kata-kata tersebut menjadi sublim. Pendengar yang tidak bisa bahasa Indonesia harusnya akan mengerti esensi dan emosi dari apa yang ingin disampaikan penyair. Ada yang lucu, seperti puisi Hilmi Faiq dan Riri Satria. Tapi kalau saya bilang ‘lucu’ saja, beda dua puisi ini apa? Nah, setelah saya bikin musik, kita jadi bisa dengarkan bedanya. Puisi Hilmi, ‘Beda Keyakinan’ lebih sarkastik serta ada kepahitan di dalam itu, sehingga menghasilkan lebih banyak disonan, sedangkan puisi Riri lebih jenaka. Mungkin karena Riri menggambarkan koruptor sudah dianggap biasa, jenaka, yang sebetulnya mungkin adalah defense mechanism rakyat, daripada ngomel-ngomel ngomongin mereka yang terus merajalela kan?” papar Ananda Sukarlan.

Ananda Sukarlan dengan para sahabat. (Foto: Dok. Emi Suy.)

Sedangkan Riri Satria yang merupakan Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia dan Pimpinan Umum SastraMedia mengatakan, gubahan Ananda Sukarlan plus permainan pianonya serta vokal soprano Shelomita membuat puisi ini terasa sangat hidup dan bernyawa.

“Saya benar-benar takjub dan sangat menikmatinya. Saya benar-benar salut dengan semua upaya Ananda Sukarlan untuk membuat musik yang diinspirasi oleh puisi karya penyair dari negara lain maupun dari Indonesia,” ujar Riri.

Hal senada juga disampaikan Hilmi Faiq, penyair yang juga Redaktur Harian Kompas. Menurut Hilmi, Ananda Sukarlan memang seorang maestro.

“Di tangan dinginnya, puisi saya yang rasanya biasa saja menjadi sangat istimewa ketika digubah menjadi lagu. Paduan suara soprano Shelomita Amory dan denting piano Ananda meciptakan suasana grande,” ujar Hilmi.

Di beberapa bagian, terutama di ujung lagu, Hilmi yang menikmati pertunjukan itu seperti masuk ke dunia lain ketika Ananda membiarkan Shelomita seperti bernyanyi tanpa iringan musik. Dia memberi ruang kepada penikmatnya untuk menyimak kalimat pamungkas yang menjadi klimaks sekaligus twist sajak itu.

“Dengan kata lain, saya ingin menekankan bahwa Ananda bukan sekadar menggubah, tetapi benar-benar menjiwai ruh puisi tersebut. Ini juga dia lakukan pada tiga puisi lain. Suspensi emosinya tertata dengan baik sesuai dengan amanat larik maupun bait puisi itu. Sungguh saya amat senang puisi saya diperlakukan seistimewa ini,” tambah Hilmi.

Berikut keempat puisi yang dialihwahanakan Ananda Sukarlan dalam album “Pandemic Poems”.

Hilmi Faiq
Beda Keyakinan

Tuhan….
Pekan lalu hamba berjumpa dia.
Kami kenalan dengan berjabat tangan.
Dia sungguh makhluk menawan.

Tuhan….
Kini hamba tak selera makan
karena ingat senyumnya.
Badan hamba demam
membayangkan hangat tangannya.
Penciuman hamba
hanya mengenal kenangan aromanya.

Tuhan….
Hamba yakin sedang jatuh cinta.
Tapi dokter yakin hamba kena korona.

2021

Goenawan Mohoharto
Gugus 1
: pemedis di garis depan

mengunyah takut
sepotong-sepotong
masuk pada paru
sesak hati sungguh
seperti tiada asa
sampai pada tepi
mengguncang jiwa
raga terperagah
saat debar melihat
korban runtuh membujur
apa kan terjadi esok
bila matahari masih terbit di timur
muram buram duka dipandang
sesempat detak detik
tiada tanya tentang lelah
bertahan di gunung batu perlindungan
tempat selamat orang-orang percaya
sebagai rajawali penunggang topan
atas petaka kehancuran
jadi laki-laki
laki-laki berperisaui
satria penunduk wabah
corona virus

22 maret 2020

Riri Satria
Dialog Sesama Virus Corona Tentang Koruptor

Bro, rupanya ada yang lebih sadis dari kita ini
Namanya koruptor, virus dari segala virus!
Kita tak sebanding dengannya

Mereka memanfaatkan kita
Dengan cara mencekik leher sesama
Yang sudah sengsara

Ada yang mengembangkan vaksin dan obat
untuk membasmi kita
bukan mereka!

Kini kita menyesal kan telah menjadi virus?
Harusnya kita
menjadi mereka saja.

Jakarta, 15 April 2021/2022

Muhammad Subhan
Setelah Dirumahkan (5)

Berdebur ombak di mataku; di matamu ada
air mata
yang mengombak di dadaku.

Kau diombang-ambing rindu,
aku diombang-ambing ragu.

Pasang laut
hanyutkan kau dan aku.

Di cangkang-cangkang tiram kita bertemu
—menjadi mutiara, di pelukan malam.

Padang Panjang, 2020

(*/aan/elipsis)

Foto Utama: (Dari kiri) Aghisna Indah Mawarni, Hilmi Faiq, Ananda Sukarlan, Riri Satria, dan Shelomita Amory. (Foto: Dok. Emi Suy)

Untuk keterbacaan teks dan tampilan website majalahelipsis.com yang lebih baik, sila unduh aplikasi majalah elipsis di Play Store, tanpa memerlukan login. Kirim naskah ke majalah digital elipsis (ISSN 2797-2135) via email: majalahelipsis@gmail.com. Dapatkan bundel digital majalah elipsis (format PDF 100 halaman) dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582. Ikuti laman media sosial Majalah Elipsis (Facebook) atau @majalahelipsis.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download versi aplikasi untuk kenyamanan membaca